HOLOPIS.COM, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta mengusut dugaan aliran dana yang diterima komisaris PT Surya Karya Setiabudi (SKS), Muhammad Suryo dari proyek pembangunan jalur kereta api di Direktorat Jenderal Perkereta Apian (DJKA) Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Penerapan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) juga diperlukan dalam mengusut dugaan tersebut.
“Kalau berdasarkan informasi dari surat dakwaan Dion Renato Sugiarto kan Suryo diduga menerima uang sekitar Rp 9,5 miliar dari Rp 11 miliar yang dijanjikan. Nah berangkat dari sini perlu dikembangkan penerimaan itu apakah disimpan atau dialirkan ke pihak lain, jadi pendekatan TPPU juga penting,” ucap peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Agus Sunaryanto dalam keterangannya kepada wartawan, seperti dikutip Holopis.com, Rabu (28/11).
KPK juga diminta tak gentar mengusut keterlibatan pihak lain dalam kasus dugaan korupsi tersebut. Menurut Agus, tidak sulit menilik keterlibatan pihak tertentu yang disebut-sebut ikut melakukan praktik culas bersama M Suryo. Menurut Agus, KPK bisa mendapatkan informasi keterlibatan pihak tertentu dengan merunut bukti dan keterangan saksi atau terdakwa selama persidangan.
“Pada prinsipnya KPK bekerja berdasarkan bukti yang ada saja, misalnya yang didapatkan berdasarkan pengembangan dari kesaksian saksi dan terdakwa di pengadilan tipikor. Tinggal perannya diperjelas apakah dilakukan sendiri atau dengan orang lain,” ujar Agus.
Agus mengingatkan agar KPK tak tebang pilih dalam menjerat pihak-pihak yang terlibat kasus dugaan korupsi di DJKA Kemenhub. Ia berharap KPK berani menarik pihak-pihak yang ikut menikmati kucuran korupsi dari proyek itu.
“Jadi KPK ya harus telusuri siapapun yang terlibat. Berdasarkan alat bukti/keterangan yang ada. Prinsipnya kembali ke bukti dan keterangan yang kuat saja. Siapa pun yang diduga terlibat segera diproses hukum, tentu integritas tetap dijaga,” tandas Agus.
Jaksa KPK sebelumnya mendakwa mantan Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Kelas 1 wilayah Jawa Bagian Tengah (Jabagteng) Putu Sumarjaya menerima suap secara bersama-sama.terkait proyek pembangunan jalur kereta api di Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kemenhub. Putu Sumarjaya didakwa menerima suap proyek jalur kereta api bersama sejumlah pihak.
Salah satu pihak yang turut menerima suap tersebut yakni Muhammad Suryo. Suryo disebut menerima suap dengan sebutan ‘sleeping fee’ sebesar Rp 9,5 miliar dari janji Rp 11 miliar.
Berdasar surat dakwaan Putu Sumarjaya, Suryo disebut turut menerima uang Rp 9,5 miliar melalui pihak perantara bernama Anis Syarifah. Dengan rincian, Suryo menerima transfer pada 26 September 2022 berupa setoran tunai dari Tato Suranto Rp 3,5 miliar dan Rp 2,2 miliar.
Kemudian, sebesar Rp 1,7 miliar dari Freddy Nur Cahya dan sebesar Rp 2,1 miliar dari Irhas Ivan Dhani. Suryo bersama dengan pengusaha Wahyudi Kurniawan disebut sebagai makelar rekanan kontraktor perkeretaapian.
Sleeping fee adalah pemberian sejumlah uang dari peserta lelang yang dimenangkan kepada peserta yang kalah sebagai kebiasaan dalam pengaturan lelang proyek.
Lelang dimaksud berkaitan dengan paket Pembangunan Jalur Ganda Ka Antara Solo Balapan – Kadipiro – Kalioso KM96+400 sampai dengan KM104+900 (JGSS 6) Tahun 2022, Pembangunan Jalur Ganda Ka Elevated Antara Solo Balapan – Kadipiro KM104+900 sampai dengan KM106+900 (JGSS 4) Tahun 2022, dan Track Layout Stasiun Tegal (TLO Tegal) Tahun 2023.
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak sebelumnya menyebut jika pihaknya telah menetapkan M Suryo sebagai tersangka dalam pekara suap proyek DJKA Kemenhub. Lembaga antikorupsi mengklaim segera mengumumkan penetapan tersangka Suryo yang disebut-sebut memiliki kedekatan dengan mantan Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Karyoto.
“Tapi yang jelas di kita, nanti akan diumumkan (penetapan tersangka), pada saat konpers seperti ini. Jadi rekan-rekan tunggu, pasti diumumkan pada rekan,” ujar Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu.
Dikatakan Asep mengatakan pengumuman tersangka dalam konferensi pers, sudah menjadi hal biasa. KPK nantinya juga akan menjelaskan mengenai kontruksi perkara dan pasal yang disangkakan.
“Ini kan sudah lazim ni (pengumuman tersangka), ada tersangkanya, disampaikan nanti pasal tersangkanya itu,” jelas Asep.