HOLOPIS.COM, JAKARTA – Wakil Ketua Umum Partai Gelora, Fahri Hamzah mengaku khawatir pasca Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mengeluarkan tuduhan mengenai orde baru.
Jubir Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran itu pun menilai, tudingan itu berpotensi menyeret para para tokoh bangsa senior dalam konflik yang berkaitan dengan pemilu.
“Ini yang saya cemaskan. Sebaiknya para senior bangsa ini tidak perlu ditarik dalam konflik pemilu,” kata Fahri dalam keterangannya yang dikutip Holopis.com, Rabu (29/11).
Para politisi senior senior tersebut menurut Fahri seharusnya menjadi pintu terakhir penjaga persatuan nasional.
“Mereka harusnya ada dalam posisi penjaga irama permainan agar tetap dingin,” imbuhnya.
Mantan pimpinan DPR RI itu juga menilai Megawati merupakan figur ibu bangsa. Dia memandang semua pihak justru seharusnya menahan diri agar tak berhadapan dengan Megawati.
“Ibu Mega adalah ibu bangsa. Semua orang harus menahan diri agar beliau tidak dalam posisi berhadapan,” ujarnya.
Sekadar diketahui Sobat Holopis, bahwa Megawati Soekarnoputri mengumpulkan sejumlah kader, relawan dan simpatisan Ganjar Pranowo dan Mahfud MD di Jakarta pada hari Senin (27/11).
Dalam rapat koordinasi relawan Ganjar-Mahfud itu, Megawati menyindir pemerintahan Presiden Joko Widodo yang dinilai menjalankan sistem pemerintah era Presiden Soeharto, yakni zaman orde baru yang otoriter.
“Republik ini penuh dengan pengorbanan tahu tidak. Kenapa sekarang kalian yang pada penguasa itu mau bertindak seperti waktu zaman Orde Baru,” ketus Megawati.
Bekas Presiden RI ke 4 tersebut meminta agar semua pihak yang ia sindir dalam pidatonya itu segera mendengarkan dan mengakhiri apa yang ia tudingkan itu. Baik kepada Presiden Jokowi maupun Polri yang dinilai melakukan tindakan yang di luar UU dalam kontes Pemilu 2024.
“Enak saja, undang-undang memang punya siapa? Ibu sudah gemas. Sudah, berhenti deh bapak-bapak yang saya sindir ini. Insyaf, insyaf,” tegasnya.
Kepada Polri, ia menekankan jangan sampai Polri ikut tidak netral di Pemilu 2024, apalagi sampai melakukan intimidasi dengan cara apa pun agar masyarakat memilih maupun tidak memilih pihak tertentul.
“Lha kok mengintimidasi, lha dia itu siapa sih, ya iya lah. Kalau dia berani, kenapa saya tidak boleh. Kamu musti lihat perundangannya, kamu sebagai apa, boleh kah kamu menekan rakyatmu, boleh kah kamu memberikan apa pun juga kepada rakyatmu tanpa melalui perundangan yang ada di republik Indonesia ini?,” tukasnya.