HOLOPIS.COM, JAKARTA – Geger soal IKN Nusantara, di mana PKS (Partai Keadilan Sejahtera) disebut-sebut akan menjadi pihak yang bakal membatalkan proyek strategis nasional (PSN) pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tersebut.
“PKS akan menyatakan jika PKS menang, ibukota negara tetap Jakarta,” kata Wakil Ketua Majelis Syuro DPP PKS, Muhammad Sohibul Iman pada hari Minggu (26/11) di Jakarta seperti dikutip Holopis.com.
Dengan demikian, niat PKS tersebut akan menjadi satu paket dengan kebijakan pemerintah jika Anies Baswedan menjadi Presiden hasil Pilpres 2024.
Apalagi dikatakan Presiden PKS Ahmad Syaikhu, bahwa PKS sejak awal menjadi partai parlemen yang menolak UU IKN, bahkan termasuk dengan draf RUU Nomor 3 Tahun 2023 tentang IKN.
“PKS sudah dari awal menolak tentang RUU IKN, dan sekarang kita sampaikan kepada masyarakat,” ucap Syaikhu.
Lantas benarkah PKS sejak awal menolak IKN. Ternyata jawabannya benar. PKS adalah satu-satunya partai di Senayan yang menolak itu.
Hal ini tertuang di dalam hasil rapat paripurna pengesahan RUU Perubahan atas UU Nomor 3 Tahun 2023 tentang IKN menjadi UU pada hari Selasa (3/10).
Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tanjung menyampaikan bahwa seluruh fraksi di DPR RI setuju terhadap UU tersebut.
“Fraksi Partai Demokrat menyetujui dengan catatan atas RUU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara untuk dilanjutkan dalam pembicaraan tingkat II dalam rapat paripurna untuk disahkan menjadi UU,” kata Doli.
“Sedangkan Fraksi PKS menolak RUU tentang perubahan atas UU No 3/2022 tentang Ibu Kota Negara untuk dilanjutkan ke dalam pembicaraan tingkat II dalam Rapat Paripurna pada hari ini,” sambungnya.
Dijelaskan oleh anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PKS, Teddy Setiadi, bahwa ada beberapa alasan mengapa pihaknya menolak IKN Nusantara tersebut. Yang pertama adalah soal kewenangan otorita yang dinilai berlebihan. Kemudian soal HGU dari 90 tahun menjadi 95 tahun.
“Kami keberatan kewenangan otorita diperkuat. Ini hampir senada dengan yang disampaikan Partai Demokrat. Kemarin sudah luas, diperluas lagi,” kata Teddy dalam keterangannya, Kamis (21/9).
Ia menekankan bahwa badan otorita yang bisa memberikan kewenangan berupa pemberian fasilitas khusus kepada orang-orang yang ikut membangun IKN jelas berpotensi menimbulkan abuse of power dengan dalih kewenangan khusus.
“Hal ini jelas semakin menunjukkan keberpihakan pemerintah terhadap pemilik modal, memanjakan investor, dan sebaliknya abai terhadap kepentingan rakyat yang lebih luas dan tidak sesuai dengan semangat yang tertera dalam Undang-Undang Pokok Agraria,” sambungnya.