HOLOPIS.COM, JAKARTA – Sekretaris MA (Mahkamah Agung) nonaktif, Hasbi Hasan segera diadili di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat. Hal ini menyusul telah dilimpahkannya berkas perkara dan surat dakwaan dengan Terdakwa Hasbi Hasan ke Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat pada hari ini, Senin (27/11).
Jaksa penuntut umum KPK tinggal menunggu penetapan waktu sidang perdana dengan agenda pembacaan surat dakwaan. Atas pelimpahan ini, status penahanan terdakwa Hasbi beralih menjadi wewenang Pengadilan Tipikor.
“Uraian utuh dakwaan dimaksud akan dibacakan setelah menerima penetapan hari sidang pertama,” ujar Kabag Pemberitaan KPK, Ali Fikri dalam keterangannya, seperti dikutip Holopis.com.
Dalam perkaranya, Hasbi didakwa atas dua sangkaan. Yakni, dugaan penerimaan suap Rp 11,2 miliar terkait pengurusan perkara di MA dan penerimaan gratifikasi Rp 630 juta.
“Tim Jaksa mendakwa dengan dua dakwaan sekaligus yaitu penerimaan suap Rp 11,2 miliar terkait pengurusan perkara di MA dan juga dakwaan penerimaan gratifikasi Rp 630 juta untuk fasilitas menginap dan perjalanan wisata,” ucap Ali.
Sidang perkara yang menjerat Hasbi ini akan dilakukan secara terbuka. KPK mengajak masyarakat mengikuti seluruh proses pembuktian perkara dimaksud.
“Kami juga mengingatkan masyarakat agar bila ada pihak-pihak yang mengatasnamakan insan KPK dengan janji dapat membantu mengurus perkara ini di KPK, waspada dan segera melapor kepada KPK maupun aparat penegak hukum setempat,” imbuh Ali.
Sebelumnya, kata Ali, KPK telah beberapa kali mendapat informasi adanya pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dengan mengatasnamakan sebagai pegawai KPK dan meminta sejumlah imbalan dengan menawarkan bisa mengurus perkara di KPK.
“Kami tegaskan, bahwa sistem penanganan perkara di KPK dilakukan secara profesional dengan melibatkan penyelidik, penyidik, penuntut, dan pimpinan. Sehingga secara orang-per-orang tidak bisa mengatur suatu keputusan proses penanganan perkara,” tandas Ali.
Hasbi sebelumnya dijerat sebagai tersangka karena diduga menerima uang Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana Heryanto Tanaka melalui eks Komisaris PT Wika Beton, Dadan Tri Yudianto. Diduga uang itu terkait pengawalan kasasi pengurus Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Inti Dana, Budiman Gandi Suparman.
Dimana Heryanto Tanaka minta Budiman divonis bersalah dalam gugatan kasasi tersebut. Akhirnya terjadi penyerahan uang hingga Heryanto memenangkan gugatan kasasi. Atas uang ‘pelicin’ itu, Budiman dinyatakan bersalah dan dihukum penjara selama 5 tahun.