Nabila menegaskan harapannya bahwa semua elite politik dapat berkontribusi dalam menciptakan suasana pemilu yang menggembirakan, sehingga hasil akhirnya menjadi happy ending. Dia mencatat bahwa anak muda Indonesia cenderung tidak menyukai politik yang mengadu domba dan kasar. Sebaliknya, mereka lebih cenderung menikmati atmosfer politik yang menyenangkan dan menggembirakan.
“Inilah wajah yang bisa sangat diterima generasi milenial kita,” pungkasnya.
Sementara itu, Mardiansyah yang merupakan Ketua Umum Rampai Nusantara, menegaskan bahwa kunci keberhasilan dan kebahagiaan Pemilu 2024 sejatinya terletak pada sikap dan perilaku elite politik. Pertanyaan mendasar yang diajukannya adalah apakah elite politik akan terus menghalalkan segala cara demi meraih kemenangan, atau malah lebih memprioritaskan penerapan nilai-nilai dalam ajang demokrasi lima tahunan ini.
“Kita sudah mengalami berbagai momentum demokrasi, bukan soal Pilpres tapi juga Pilkada. Yang mengkhawatirkan adalah semua tokoh elite politik dalam berkuasa adalah menghalalkan segala cara. Padahal nilai-nilai jauh lebih penting ketimbang kekuasaan,” ujar Mardiansyah.
Mardiansyah memberikan peringatan agar tim sukses yang telah dibentuk oleh para kontestan Pemilu 2024 menunjukkan kreativitas tinggi dalam mengampanyekan calon mereka, baik itu Capres-Cawapres, Caleg, maupun Calon Kepala Daerah. Kreativitas dalam kampanye menjadi kunci penting untuk menarik perhatian masyarakat dan menyampaikan pesan-pesan positif yang dapat membangun kepercayaan.
“Miskin ide, miskin gagasan yang akhirnya kita merasa perlu memproduksi hoaks dan politisasi yang jelas nrisikonya tinggi sekali, karena dampaknya ke nilai-nilai itu,” ucapnya.
Selanjutnya, Abdullah Kelrey yang merupakan Ketua Umum Gerakan Pemerhati Kepolisian (GPK), memberikan pemahaman bahwa munculnya hoaks dan perpecahan dalam setiap agenda politik sebagian besar disebabkan oleh fenomena politik irisan yang masih berlaku di Indonesia. Pola politik irisan ini menyebabkan seseorang cenderung bersikap dan berpihak kepada individu atau kelompok yang memiliki sejarah dan kepentingan bersama.
“Politik kita sejak lahir adalah politik irisan, ya tergantung irisan kita siapa. Kalau bicara soal hoaks ini soal irisan ke atas, bagaimana fanatisme tadi bisa muncul,” ujar Abdullah.
Ia menekankan pentingnya mengedepankan politik kasih sayang dan cinta sebagai solusi mengatasi dampak negatif politik irisan. Dengan mendorong atmosfer politik yang penuh dengan nilai-nilai positif, diharapkan ruang gerak politik dapat memberikan dampak yang lebih konstruktif dan mendukung terwujudnya pemilu yang adil, transparan, dan membawa kebahagiaan.
“Kalau rasa cinta dan kasih sayang hilang dari darah manusia kita, maka hoaks dan kawan-kawannya akan terus muncul di lingkungan masyarakat kita, sosial media kita hingga di atas kamar tidur,” pungkasnya.