HOLOPIS.COM, JAKARTA – Eksekutif Wilayah Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi DKI Jakarta (EW-LMND DKI) melaksanakan deklarasi Manifesto Pendidikan di Rumah Kebangsaan Cipayung Plus, Jakarta Selatan, Rabu (8/11) kemarin.

Pj Ketua Wilayah LMND DKI Jakarta, Chika mengatakan bahwa LMND saat ini sedang gencar mengampanyekan isu pendidikan melalui deklarasi manifesto pendidikan. Manifesto pendidikan, kata dia, adalah sebuah rumusan jalan keluar yang digagas oleh LMND untuk menjawab tantangan dan problematika dunia pendidikan.

“Salah satu problem pendidikan kita adalah persoalan lapangan pekerjaan, banyak lulusan perguruan tinggi pada akhirnya menjadi pengangguran, angkanya pun cukup besar. Oleh karena itu, kami mendorong agar pendidikan memiliki ketersambungan dengan lapangan pekerjaan melalui pembukaan program magang seluas-luasnya dengan badan-badan usaha milik negara,” kata Chika dalam keterangannya yang diterima Holopis.com, Kamis (9/11).

Chika juga menyoroti akses pendidikan dan mahalnya biaya tempat tinggal. Menurutnya, biaya pendidikan selalu mengalami kenaikan tiap tahunnya dan ini pun selaras dengan biaya tempat tinggal yang terus terjadi peningkatan. Hal ini, kata dia, sangat membebani mahasiswa apalagi bagi mereka yang penghasilan orang tuanya rendah.

“Kondisi ini mengharuskan mahasiswa kuliah sambil kerja. Karena itu, kami mendorong dan mencanangkan wajib belajar 16 tahun dan peningkatan kesejahteraan mahasiswa melalui pembangunan asrama-asrama mahasiswa yang terintegrasi dengan lingkungan sosial sekitar dan berorientasi pada pemberdayaan masyarakat,” jelasnya.

Selain itu, sebagai perempuan, Chika juga menyoroti mengenai sexual harassment atau kekerasan seksual yang terjadi dalam ruang lingkup pendidikan. Kenyataan ini, kata dia, sangat mengiris hati, bagaimana tidak, lembaga pendidikan yang harusnya menjadi tempat pendidikan moral dan karakter justru terjadi tindakan yang amoral.

“Kekerasan seksual dan angka bunuh diri kepada mahasiswa dan pelajar masih saja terjadi. Oleh karena itu, hal ini harus menjadi perhatian serius untuk ditangani. Kami mendorong dan mendukung pembangunan budaya dan sistem pendidikan yang resisten terhadap praktik kekerasan seksual, kekerasan mental seperti perundungan perpeloncoan, serta berbagai bentuk kekerasan lainnya yang dapat mengganggu pertumbuhan jasmani dan rohani peserta didik,” tegasnya.

“Kami juga menekankan agar lembaga pendidikan harus menjadi tempat pemberantasan segala bentuk praktik intoleransi dan diskriminasi berbasis golongan apapun,” lanjut Chika.