HOLOPIS.COM, JAKARTA – Majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat menjatuhkan hukuman 15 tahun penjara dan denda sebesar Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan terhadap mantan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate. Selain pidana pokok, hakim juga menjatuhkan pidana berupa kewajiban uang pengganti sebesar Rp 15.500.000.000 subsider 2 tahun kurungan.

Majelis Hakim menyatakan terdakwa Johnny G. Plate terbukti bersalah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi penyediaan infrastruktur base transceiver station atau BTS 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 BAKTI Kominfo Tahun 2020-2022. Menurut majelis hakim perbuatan Johnny terbukti melanggar Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

“Menyatakan terdakwa Johnny Gerard Plate telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan primer. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Johnny Gerard Plate dengan pidana penjara selama 15 tahun dan denda sebesar Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan,” ucap hakim ketua, Fahzal Hendri saat membacakan amar putusan, di Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus, seperti dikutip Holopis.com, Rabu (8/11).

Majelis hakim mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan dalam menjatuhkan hukuman tersebut. Untuk hal yang memberatkan, perbuatan Johnny G. Plate dinilai tidak membantu program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Selain itu, Johnny juga terbukti meminta uang kepada terdakwa Anang Achmad Latif selaku dirut Bakti Kominfo dan terdakwa Johnny tidak mengakui kesalahannya.

“Hal yang meringankan, terdakwa bersikap sopan selama persidangan, terdakwa sebagai kepala rumah tangga, dan uang yang diterima sebagaimana pengakuan untuk bantuan sosial,” ujar hakim.

Vonis ini tak jauh berbeda dengan tuntutan penuntut umum. Sebelumnya Johnny G. Plate dituntut oleh jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Agung dengan pidana 15 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider satu tahun kurungan.

Sementara itu, mantan Direktur Utama (Dirut) Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi atau Bakti Kominfo, Anang Achmad Latif dihukum 18 tahun pidana penjara dan denda sebesar Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan..Selain pidana pokok, majelis hakim juga menjatuhkan hukuman tambahan berupa kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp 5 miliar.

Menurut majelis hakim, Anang terbukti secara bersama-sama melakukan korupsi terkait proyek base transceiver station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung 1, 2, 3, 4 dan 5 Bakti Kominfo dan pencucian uang. Hukuman tersebut lebih sama dengan tuntutan tuntutan jaksa yang menuntut Anang Achmad Latif dihukum 18 tahun pidana penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 1 tahun kurungan serta uang pengganti Rp 5 miliar subsider 9 tahun.

“Menyatakan terdakwa Anang Achmad Latif telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana dakwaan kesatu primer Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan dakwaan kedua primer Pasal 3 UU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU),” ucap hakim Fahzal Hendri.

Adapun terdakwa Yohan Suryanto divonis 5 tahun penjara denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan. Tenaga Ahli pada Human Development Universitas Indonesia (HUDEV UI) juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 400 juta subsider 1 tahun kurungan.

“Menyatakan terdakwa Yohan Suryanto telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan primer Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP,” kata hakim Fahzal.

Vonis ini lebih rendah dari tuntutan jaksa, yakni pidana enam tahun penjara dan denda sebesar Rp 250 juta subsider tiga bulan kurungan. Selain itu, Yohan juga dituntut untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 399 juta subsider tiga tahun penjara.

Atas vonis tersebut, Johnny G. Plate dan Anang menyatakan banding. Sementara itu,
Yohan menyatakan pikir-pikir.

“Jadi dua banding, satu pikir-pikir. Tujuh hari ya pikir-pikirnya,” tutur Hakim Fahzal.