HOLOPIS.COM, JAKARTA – Dompet Dhuafa dan Bursa Efek Indonesia (BEI) menilai potensi wakaf pasar modal sangat tinggi di tengah kalangan milenial. Pada sebuah talkshow bertajuk Milenial Berwakaf dalam Pasar Modal, Jumat (3/11) kemarin, Dompet Dhuafa dan BEI membedah diskusi terkait investasi agar dilakukan secara Cerdas Spiritual dan Cerdas Financial. Acara ini dihadiri oleh ratusan peserta dari kalangan mahasiswa, blogger dan media, bertempat di Gedung BEI, Jakarta Selatan.
Pasar modal yang kian populer kalangan milenial menawarkan beragam kemudahan dan keuntungan. Ini yang menjadi daya minat bagi mereka untuk terlibat dalam pasar modal. Oleh Dompet Dhuafa, gairah ini dilirik sebagai potensi yang sangat bagus bagi peningkatan semesta wakaf. Dengan unsur penerbitan instrumen sukuk wakaf yakni CWLS (Cash Waqf Linked Sukuk) menjadi sarana bagi milenial untuk berwakaf semakin mudah. Konsep CWLS ini cukup berhasil untuk menggerakkan aset wakaf lebih produktif.
Diskusi mengenai investasi cerdas ini dihadiri oleh beberapa narasumber ahli di bidangnya, yaitu Irwan Abdalloh selaku Kepala Divisi Pasar Modal Syariah, Zainal Falah selaku Head of POEMS Syariah PT Philip Sekuritas Indonesia, Izzuddin Abdul Manaf selaku Dewan Pengawas Syariah Dompet Dhuafa, Frisca Devi Choirina selaku Co Founder @ngertisaham.
Sebelum memulai diskusi, Rahmad Riyadi selaku Ketua Pengurus Yayasan Dompet Dhuafa Republika dalam sambutannya mengatakan, diskusi tentang khazanah wakaf memang harus banyak dilakukan. Dompet Dhuafa pun terus belajar berupaya mengembangkan wakaf sebagai pilar ekonomi syariah yang potensinya diperkirakan mencapai Rp200 triliun di Indonesia. Menurutnya, jika angka itu betul bisa direalisasikan, maka ini akan menjadi pilar yang luar biasa bagi ekonomi Islam.
“Saya berharap, teman-teman sekalian pada masanya nanti akan menjadi pelaku-pelaku ekonomi syariah yang profesional dan kompeten,” ucap Rahmad kepada para milenial seperti dikutip Holopis.com.
Per Oktober 2023, nazir wakaf terhitung sudah lebih dari 400 lembaga. Namun ini dirasa masih belum mampu memaksimalkan potensi wakaf yang ada. Dompet Dhuafa saja setiap tahun hanya mampu mengumpulkan wakaf sebanyak Rp20 miliar. Dibanding dengan potensi yang sedemikian besar, tentu angka itu masih terlalu kecil. Maka itu, Dompet Dhuafa merasa perlu menggandeng capital market. Ini supaya khazanah wakaf terus berkembang dan kesadaran masyarakat semakin meningkat.
Irwan Abdalloh mengungkapkan bahwa target market utama wakaf pada pasar modal syariah adalah anak muda hal ini sejalan dengan mayoritas penduduk Indonesia dihuni oleh kelompok produktif. BEI melihat bahwa pasar modal syariah dapat menyandingkan sisi ekonomi—untuk mencari keuntungan dan sisi sosial secara beriringan. Meskipun, BEI paham betul waktu mengembangkan wakaf tahun 2019 saat itu, pasti akan lambat. Alasannya, urusan wakaf masih identik dengan makam, madrasah dan masjid. Selain itu, target pada anak muda yang finansialnya masih terbatas.
“Dari tahun 2019 itu, aset wakaf di saham menurut data kami per September 2023 lalu, baru senilai Rp280 juta,” ungkap Irwan.
Ia menjelaskan bahwa kegiatan wakaf di pasar modal tidak keluar dari aturan yang berlaku. Pelaku utama wakaf adalah nazir. Ketika seseorang ingin berwakaf di pasar modal, dapat dilakukan melalui sekuritas yang kemudian disampaikan dan dikelola oleh nazir. Di sini, bisnis sekuritas tidak berubah. Jika perusahaan sekuritas ingin memasukkan instrumen wakaf, maka ia harus menggandeng pengelola wakaf, yaitu nazir.
Singkatnya, bisnis sekuritas tidak akan terganggu. Nazir tetap menjadi pengelola wakaf. Sedangkan para investor akan otomatis menjadi wakif.
Dari segi syariah, Izzuddin menerangkan bahwa sederhananya, harta tidak berkurang nilainya itu adalah modal. Maka jika berbicara tentang wakaf sebagai aset yang selalu tetap, sama artinya dengan berbicara tentang capital market.
Baca selengkapnya di halaman kedua.