HOLOPIS.COM, JAKARTA – Pakar hukum tata negara, Prof Denny Indrayana menegaskan bahwa potensi besar Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman melakukan pelanggaran etik di dalam memutuskan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023.

“Adanya pelanggaran etika, berupa tidak mundur dari memeriksa perkara yang terkait dengan kepentingan langsung keluarganya,” kata Denny dalam keterangan tertulisnya, Kamis (27/10) yang dikutip Holopis.com.

Jika memang nantinya ada bukti kuat bahwa Anwar Usman melanggar etik, maka apa yang menjadi putusannya di dalam memutus perkara-perkara itu tidak sah dan mengikat.

Hal ini disampaikan Denny, bahwa perkara yang diputuskan oleh Anwar Usman tersebut memiliki kedekatan dengan dirinya, yakni Joko Widodo dan Gibran Rakabuming Raka. Sebab, Anwar Usman adalah adik ipar Jokowi atau paman Gibran yang notabane menjadi Cawapres 2024 karena putusan Anwar Usman yang memperbolehkan seseorang mencalonkan diri sebagai Presiden maupun Wakil Presiden sebelum berusia minimal 40 tahun asal pernah memiliki pengalaman sebagai kepala daerah hasil Pilkada.

“Bukan hanya melanggar kode etik perilaku hakim konstitusi, tetapi lebih jauh membawa akibat tidak sah-nya putusan a quo, sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat (5) dan (6) UU Kekuasaan Kehakiman,” jelasnya.

Ia berharap, hakim majelis kehormatan mahkamah konstitusi yang dipimpin oleh Prof Jimly Asshiddiqie bisa memutus perkara dugaan pelanggaran etik terhadap Anwar Usman khususnya sekurang-kurangnya sebelum tanggal 8 November 2023. Sebab, tanggal tersebut adalah batas akhir yang ditetapkan oleh KPU RI dalam proses pengusulan bakal pasangan calon pengganti.

“Karena itu, adalah penting, untuk putusan MKMK diterbitkan sebelum batas akhir pendaftaran di tanggal 8 November itu, sehingga ada manfaatnya, terutama jika memang ditemukan ada pelanggaran etika Hakim Konstitusi dalam memeriksa dan mengadili Putusan 90 yang menjadi dasar pencawapresan Gibran Bin Jokowi, keponakan Anwar Usman,” tegas Denny.