HOLOPIS.COM, JAKARTA – Jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami dugaan penerimaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) mantan pejabat Ditjen Pajak Rafael Alun Trisambodo. Salah satunya terkait dugaan penerimaan uang senilai Rp 6 dari PT Cahaya Kalbar, salah satu anak usaha Wilmar Group.
Pendalaman itu dilakukan jaksa saat memeriksa sejumlah saksi yang dihadirkan dalam sidang lanjutan terdakwa Rafael Alun, di Pengadilan Tipikor Jakarta, (23/10). Di antara saksi yang dihadirkan bersaksi yakni, adik kandung pemilik Wilmar Group, Thio Ida, Direktur Operasional dan Keuangan PT Cahaya Kalbar Jinnawati, serta notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), Lieke L. Tukgali.
Jaksa curiga dan menduga penerimaan uang Rafel dari perusahaan tersebut bermoduskan atau disamarkan melalui jual beli aset rumah, di Perumahan Taman Kebon Jeruk, Blok G1, Kav 112, Kelurahan Srengseng, Kecamatan Kembangan, Kota Jakarta Barat.
Lieke dalam kesaksiannya membenarkan pernah memproses hibah aset tersebut dari atas nama ibu Rafael, Irene Suheriani Suparman kepada Rafel. Proses hibah dengan surat bernomor 81 itu tersebut terjadi pada tahun 2005.
Sebelum proses hibah tersebut, kata Lieke, Rafel sempat meminta pihaknya meningkat status laham menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM). Adapun nilai objek lahan tersebut sekitar Rp 3 miliar lebih dengan biaya balik nama sekitar Rp 88 juta.
“Betul (di balik nama dari Irene Suheriani Suparman ke Rafael). Hibah tahun 2005,” ucap Lieke saat bersaksi, seperti dikutip Holopis.com.
Namun, Rafel kemudian membuat surat pernyataan No.20 tahun 2011 di Notaris dan PPAT tempat Lieke bekerja. Pada intinya surat pernyataan itu berbunyi bahwa lahan di Srengseng itu dulunya dibeli dengan menggunakan uang istri Rafael, Ernie Meike Torondek.
Hal itu terungkap saat jaksa membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Lieke. Lantas Lieke mengamininya.
“Iya. Ada surat pernyataan tahun 2011,” ujar Lieke.
Lahan yang sudah atas nama Rafel itu kemudian dijual kepada Direktur Operasional dan Keuangan PT Cahaya Kalbar, Jinnawati. Dalam kesaksiannya, Jinnawati mengaku membeli lahan itu seharga Rp 6 miliar pada tahun 2010.
“Harganya sesuai yang aktif itu Rp 6 miliar,” ungkap Jinnawati.
Jinnawati menyebut pembayaran lahan itu dengan emas batangan. Jinnawati menyerahkan tas berisi emas batangan itu ke Rafel di sebuah gedung bilangan Sudirman, Jakarta.
“Pembayaranya pakai emas. Emas batangan ya,” kata Jinnawati.
“Rp 6 miliar dalam bentuk emas semua?,” cecar jaksa.
“Iya,” jawab Jinnawati.
“Ketika bertemu dengan pak Rafael saudara dengan siapa?,” tanya jaksa.
“Saya (berdua) dengan pak Rafael,” jawab Jinnawati.
“6 miliar satu tas, berapa Bu emasnya saat itu? Kilonya berapa ?,” cecar jaksa.
“Saya lupa tapi saya bisa angkat, saya bisa angkat sendiri. Saya lupa berapa kilonya,” kata Jinnawati.
Jinnawati kemudian menjual aset tersebut Thio Ida pada tahun 2015. Saat itu, kata Jinnawati, dirinya menjual dengan harga Rp 6 miliar.
“Waktu 2015 saya jual. (Jual ke) Ibu Ida (Thio Ida). Jualnya 6 m,” ucap Jinnawati.
Jaksa sempat heran dengan harga lahan yang dijual itu. Mengingat tak terjadi peningkatan nilai aset dalam kurun sekitar 5 tahun.
“Ini gak ada peningkatan nilai?” cecar jaksa.
“Engga waktu itu ibu saya udah gpp dijual gitu aja karena waktu itu ibu saya lagi perlu uang,” jawab Jinnawati.
Menurut Jinnawati, Thio Ida membayar aset tersebut dengan mata uang Dollar Singapura. Adapun transaksi terjadi di rumah yang dibeli tersebut.
“(Dibayar) di rumahnya di Kebon Jeruk, dirumah yang waktu itu ditransaksikan,” ucap Jinnawati.
“Apakah taman kebon jeruk di blok G pernah dibalik nama?,” tanya jaksa.
“Engga ada,” jawab Jinnawati.
Sepengetahuan Jinnawati, Thio Ida berprofesi ibu rumah tangga. Namun Jinnawati tak membantah suami Thio Ida merupakan komisaris di PT Cahaya Kalbar. Selain itu suami Thio Ida juga memiliki jabatan di Wilmar.
“(Di Cahaya Kalbar) komisaris kalau ngga salah,” kata dia.
“(Di Wilmar) jabatannya pastinya saya gatau, cuma memang ada jabatan di Wilmar,” ucap Jinnawati.
“Apakah cahaya Kalbar atau Wilmar pernah diperiksa pajaknya oleh terdakwa?,” tanya jaksa.
“Setau saya tidak pernah,” klaim Jinnawati.
Baca selengkapnya di halaman kedua.