Holopis.com HOLOPIS.COM, JAKARTA – Ketua Badan Pengurus Nasional Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI), Julius Ibrani memberikan kritikan pedas kepada majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dengan dikabulkannya sebagian dari petitum yang disampaikan di dalam perkara nomor 90/PUU-XXI/2023.

Menurutnya, putusan tersebut bakal berdampak buruk di kemudian hari, setidaknya dalam perselisihan sengketa di Pilpres 2024, jika memang dasar hukum putusan MK tersebut digunakan KPU untuk menjalankan proses pemilu.

“Yang berujung pada pelanggaran etik dan perilaku hakim konstitusi hingga cacat formil. Hal ini berdampak pada legitimasi secara hukum terhadap putusan termasuk berpotensi pada perselisihan hasil Pemilu 2024 nanti,” kata Julius dalam keterangannya yang dikutip Holopis.com, Kamis (19/10).

Oleh sebab itu, pihaknya pun telah melakukan pelaporan atas dugaan pelanggaran etik dan perilaku hakim Konstitusi yang dianggap bermasalah. Para hakim yang dilaporkan antara lain ;

1. Prof. Dr. Anwar Usman, S.H., M.H.
2. Dr. Manahan M. P. Sitompul, S.H., M. Hum.
3. Prof. Dr. Enny Nurbaningsih, S.H.,M.Hum.
4. Dr. Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, S.H., M.H.
5. Prof. Dr. M. Guntur Hamzah, S.H., M.H.

Kelima hakim MK tersebut dilaporkan PBHI ke dewan etik MK untuk diproses, khususnya terkait dengan putusan perkara yang diajukan oleh Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS), Almas Tsaqibbirru.

“(Laporan) kepada Dewan Etik Hakim Konstitusi. Hal ini didasari pelanggaran-pelanggaran yang telah dilakukan terhadap Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi sebagaimana diatur dalam ketentuan PMK 09/2006,” terangnya.

Tujuan utama dari PBHI tersebut untuk melaporkan kelima hakim MK itu adalah dalam rangka untuk membersihkan Mahkamah Konstitusi dari intervensi politik dan keburukan-keburukan yang diakibatkan karena Hakim Konstitusi adalah cerminan dari konstitusi kita sendiri.

Kemudian PBHI menilai materi yang diperiksa menyangkut indikator hukum dan demokrasi di Indonesia dalam konteks pemilu, karena jika ada banyak kejanggalan maka di titik itu juga demokrasi menjadi hancur.

“Sehingga penting untuk memeriksa laporan kami supaya kita memiliki pembelajaran bagaimana standar tertinggi konstitusi kita semestinya dan sebagai bentuk edukasi bagi publik utamanya terkait hak politik,” tekan Julius.