HOLOPIS.COM, JAKARTA – Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR), Ujang Komarudin mengatakan bahwa tujuan utama dari gugatan batas usia yang dilakukan di Mahkamah Konstitusi (MK) sejatinya hanya untuk memberikan karpet merah kepada Gibran Rakabuming Raka untuk menjadi Cawapres.

“Kelihatannya memang ini desain TSM, terstruktur, sistematis dan masif, dari kelompok tertentu untuk kelihatannya menggunakan Mahkamah Konstitusi untuk melegalkan Gibran sebagai cawapres,” kata Ujang kepada Holopis.com, Selasa (17/10).

Bahkan arah putusan MK tersebut sebenarnya sudah diprediksi olehnya, bahwa memang batas usia tidak akan terlalu diganggu gugat di dalam putusan MK. Namun akan ada celah lain yang bisa menjadi pintu masuk putra sulung Presiden Joko Widodo tersebut untuk bisa tetap melenggang di panggung Pilpres 2024.

“Sudah pernah saya katakan di banyak media dan di televisi bocoran-bocoran itu, bahwa saya katakan nanti kelihatannya akan ada narasi pernah jadi kepala daerah gitu, kan karena usia 40 tahun tapi narasi penambahan sebagai kepala daerah itu akan diputuskan, ternyata betul keputusannya, prediksi-prediksi bocoran itu ternyata benar,” ujarnya.

Terhadap apa yang menjadi keputusan MK tersebut, Ujang merasa bahwa lembaga peradilan konstitusi tersebut sudah kecolongan terhadap agenda politik praktis yang dijalankan oleh sebagian kelompok untuk memuluskan kepentingan politik praktis mereka.

“Mestinya mereka (hakim MK) menjadi seorang negarawan, sosok negarawan hakim-hakim itu agar kepentingan itu untuk kepentingan masyarakat bangsa dan negara, bukan untuk kepentingan Jokowi dan keluarganya, apalagi hanya untuk kepentingan Gibran,” ketus Ujang.

Terakhir, Ujang yang juga akademisi dari Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) tersebut menilai bahwa instrumen hukum sekelas MK belum bisa berdiri sendiri dan independen dalam menjalankan tugas-tugas yuridisnya.

“Mohon maaf ya, instrumen hukum itu kelihatannya masih bisa dikendalikan oleh kekuasaan,” pungkasnya.

Sekadar diketahui Sobat Holopis, bahwa pada hari Senin (16/10) kemarin, majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan 2 perkara tentang gugatan batas usia Capres-Cawapres yang ada di dalam Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Kedua perkara tersebut adalah ; nomor 29/PUU-XXI/2023, dan nomor 90/PUU-XXI/2023.

Di dalam sidang pembacaan putusan nomor perkara 29/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh Dedek Prayudi dari PSI, permohonan mereka ditolak seluruhnya. Kemudian di sidang selanjutnya yakni dengan nomor perkara 90/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh Almas Tsaqibbirru yang merupakan Mahasiswa Universitas Sebelas Maret Solo dan notabane adalah putra Boyamin Saiman, MK mengabulkan sebagian.

Di dalam gugatan nomor perkara 90/PUU-XXI/2023, materi gugatannya adalah menurunkan batas usia dari 40 tahun yang ditetapkan di dalam UU Pemilu, dan poin ini yang ditolak. Kemudian ditambahkan agar calon presiden dan calon wakil presiden adalah dia pernah atau sedang menjabat sebagai kepala daerah hasil pemilihan umum, dan ini yang dikabulkan.

“Pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilihan umum selengkapnya berbunyi ‘berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah’,” ucap Ketua MK Anwar Usman saat membacakan putusannya.