HOLOPIS.COM, JAKARTA – Ketua Umum Jaringan Nasional Aktivis ’98, Sangap Surbakti menanggapi opini liar lawyer, Saiful Huda Ems yang juga bekas Ketua Departemen Komunikasi dan Informatika DPP Partai Demokrat pimpinan Moeldoko.
Dalam pernyataan Saiful Huda Ems yang beredar di media sosial menyoroti tiga dosa besar politik Joko Widodo (Jokowi) jika Gibran menjadi calon wakil presiden Prabowo Subianto, yakni, dosa khianat reformasi ’98, dosa khianat sejarah, dan dosa serakah.
Menurut Sangap, tudingan Saiful Huda Ems yang menyatakan Prabowo Subianto sebagai salah satu tokoh Orde Baru yang terlibat dalam penculikan aktivis adalah tuduhan yang tak mendasar. Pasalnya, hingga kini belum ada satu pun keputusan hukum baik sipil maupun militer yang menghukum Prabowo Subianto, dan menetapkannya sebagai terdakwa dalam kasus pelanggaran hak azasi manusia (HAM).
“Sampai detik ini tidak ada satu pun keputusan hukum, baik itu hukum sipil maupun hukum militer yang menghukum pak Prabowo Subianto berdasarkan pro justitia bersalah atau dalam bahasa terminologi hukum pidananya terdakwa,” tegas Sangap di Jakarta, Senin (16/10) seperti dikutip Holopis.com.
Bahkan, sambung Sangap, Presiden BJ Habibie kala itu menerbitkan Keppres pemberhentian Prabowo Subianto sebagai Pangkostrad dengan hormat.
“Pak Prabowo diberhentikan dengan hormat, bukan dipecat. Ia purnawirawan, dapat pensiun. Kalau dia dipecat karena melakukan kesalahan, maka ia tak dapat haknya sebagai pensiunan tentara. Jadi, tuduhan Saiful terhadap Prabowo sesat logika dan permainan politik murahan,” tukasnya.
Menyinggung opini Saiful Huda terkait sikap Jokowi yang membiarkan putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka mendampingi Prabowo Subianto sebagai calon wakil presiden merupakan bentuk pengkhianatan gerakan reformasi ’98, Sangap menilai, tudingan itu sesat pikir.
“Bagaimana Saiful bisa mengatakan Jokowi berkhianat terhadap gerakan reformasi, jika pada kenyataannya Jokowi memang tidak aktif di pergerakan’98? Lagi pula Saiful punya hak apa untuk menentukan calon wapresnya Prabowo?,” tegas Sangap.
Menanggapi pendapat Saiful Huda bahwa Jokowi sebagai pemimpin harusnya memecat Prabowo Subianto sebagai Menteri Pertahanan, karena memiliki sejarah kelam, menurut Sangap, hal itu juga dianggap sebagai sesat pikir.
Sangap pun mempertanyakan klaim Saiful Huda Ems sebagai lawyer, lantaran pernyataannya itu tak memahami hukum yang berlaku. Sebab, Jokowi sebagai pemimpin membuat keputusan tidak berdasarkan suka atau tidak suka dalam mengeliminir anak buahnya di Kabinet.
“Karena Indonesia Negara Hukum adalah Negara yang menjalankan sistem pemerintahannya berdasarkan atas Hukum (rechtstaat) bukan berdasarkan atas Kekuasaan (machstaat). Jadi, saya pertanyakan itu keilmuannya Saiful Huda,” imbuh Sangap yang kini berprofesi sebagai Dosen Ilmu Hukum di Universitas Kristen Indonesia (UKI).
Penilaian Saiful Huda bahwa Jokowi lebih rakus dibanding Soeharto, karena membiarkan anaknya maju di Pilpres, Sangap mengatakan, tuduhan itu sangat tidak etis. Karena, sambung Sangap, Prabowo Subianto sebagai calon presiden lah yang menentukan pendampingya dalam pertarungan Pilpres 2024.
“Kebijakan dalam menentukan calon wakil presiden yang akan mendampingi Prabowo Subianto ya Prabowo lah, bukan Saiful Huda. Kok bisa Saiful bisa berasumsi bahwa pendampingnya Prabowo itu Gibran? Kalau memang benar Gibran, itu kan pilihan Prabowo,” tandas Sangap.