B
erbekal payung hukum Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 11 Tahun 2023 yang mulai berlaku dan diundangkan pada 2 Oktober 2023, tentang Penyediaan Alat Memasak Berbasis Listrik (AML) atau disebut juga Penanak Nasi Listrik (PNL) bagi Rumah Tangga yang berpenghasilan rendah secara gratis. Rencananya sebanyak 680 ribu unit penanak nasi listrik (rice cooker) tersebut akan disalurkan melalui APBN di Kementerian ESDM 2023, dengan nilai paket program ini sebesar Rp 500 ribu per keluarga penerima manfaat (KPM) dengan total anggaran yang diperlukan sebesar Rp347,5 miliar
Adapun sumber anggaran untuk program penanak nasi listrik (rice cooker) gratis ini bersumber dari Daftar Isian Pelaksana Anggaran (DIPA) Kementerian ESDM Tahun Anggaran 2023, yaitu untuk program peningkatan konsumsi listrik masyarakat melalui Alat Memasak Listrik (AML), dan ajuan anggaran tersebut sudah disetujui oleh Kementerian Keuangan.
Ada beberapa alasan mengapa program ini dijalankan, yaitu untuk mendukung pemanfaatan energi bersih dan meningkatkan konsumsi listrik per kapita, serta ingin mengurangi besarnya subsidi LPG (Liquefied Petroleum Gas) atau LPG 3 kg.
Pennyakit di Hulu, Disiapkan Obat di Hilir
Penanak nasi listrik (PNL) atau rice cooker adalah berfungsi untuk menanak nasi yang bahan untuk dimasaknya adalah beras, sementara masyarakat yang masuk dalam katagori layak diberikan bantuan program tersebut adalah masyarakat kurang mampu, yang justru berteriak kesulitan membeli beras yang harganya terus meningkat.
Seperti yang dirilis oleh BPS (Badan Pusat Statistik), bahwa inflasi beras pada bulan September 2023 adalah yang terparah dalam lima tahun terakhir atau sejak tahun 2018, di mana inflasi beras pada bulan September 2023 mencapai 5,61 persen secara bulanan (mtm) dengan andil sebesar 0,18 persen. Sementara itu, inflasi beras secara tahunan (yoy) mencapai 18,44 persen dengan andil inflasi sebesar 0,55 persen.
Perlu kita ketahui bersama bahwa sebagai upaya mengantisipasi potensi El Nino yang diperkirakan akan berlangsung hingga tahun 2024, saat ini sudah ada 22 negara yang mengambil tindakan drastis dengan menghentikan kebijakan ekspor berbagai bahan pangan, termasuk beras. Karenanya, inilah persoalan utama masyarakat berpenghasilan rendah, bukanlah alat untuk memasak tapi apa yang akan dimasak dalam hal ini beras tentunya, sehingga tentu yang perlu kita buat adalah kajian dan persiapan mitigasi risiko tentang pangan terutama tentunya beras.
Dalam kondisi sementara ini, kebijakan pemerintah untuk mengatasi meningkatnya harga beras dengan memberikan Bantuan Sosial (Bansos) berupa beras kepada 21,3 juta keluarga penerima manfaat (KPM) selama 3 bulan masing-masing 10 kg per keluarga yang akan diberikan pada bulan September 2023 hingga November 2023 sudah tepat, karena ini dapat mengurangi beban ekonomi masyarakat.
Upaya Mengurangi Emisi dan Subsidi LPG ?
Alasan lain dari program pembagian alat penanak nasi listrik ini, adalah ingin mendorong udara bersih, sehingga mengalihkan penggunaan alat menanak nasi yang berbasis listrik, namun pertanyaan kritisnya adalah apakah benar penggunaan alat memasak listrik dapat mengurangi emisi karbon secara signifikan?. Karena alat ini oleh masyarakat nantinya hanya digunakan untuk menanak nasi dan memanaskan saja, sementara untuk memasak lauk-pauk dan keperluan lainnya masih tetap akan menggunakan kompor gas yang memanfaatkan LPG. Sementara seperti kita ketahui bersama, bahwa pembangkit listrik di negara kita masih banyak menggunakan pembangkit listrik yang masih menggunakan energi batu bara.
Persoalan Subsidi LPG ?
Berdasarkan data dari Kementerian ESDM penyerapan LPG 3 kg di tahun 2023 mencapai 8,22 juta ton, sedangkan di tahun 2022 tercatat hanya 7,99 juta ton, artinya terjadi peningkatan yang cukup besar, dan ini tentu saja dengan sendirinya akan membebani anggaran pemerintah, sepeti diketahui konsumsi LPG terus meningkat secara drastis rata-rata 34,7% per tahun, sehingga tidak mengherankan jika berdasar data Kementerian Keuangan menunjukkan subsidi membengkak hampir tiga kali lipat dari Rp 38,7 triliun pada 2017 menjadi Rp 100,39 triliun pada 2022.
Peningkatan subsidi ini tentu disebabkan oleh dua hal, yaitu meningkatnya konsumsi, juga membengkak karena pelemahan rupiah dan harga produk LPG (Contract Price Aramco/CP Aramco). Untuk itu, yang perlu kita ketahui adalah bagaimana efektivitas pelaksanaan penyaluran subsidi LPG tepat sasaran. Berdasarkan studi CNBC INDONESIA RESEARCH, hanya 39% pengguna LPG 3 Kg yang masuk dalam 40% rumah tangga paling miskin. Dengan disparitas harga antara LPG tabung 3 kg dan 12 kg sangat lebar mendorong masyarakat beralih ke LPG 3 kg.
Hal lain yang perlu menjadi perhatian kementrian ESDM adalah bagaimana mengoptimalkan implementasi Keputusan Menteri ESDM No 37.K/MG.01/MEM.M/2023 tentang Petunjuk Teknis Pendistribusian Isi Ulang Liquefied Petroleum Gas Tertentu Tepat Sasaran yang telah dimulai dengan pentahapan berlakunya berdasar Keputusan Dirjen Migas No. 99.K/MG.05/DJM/2023 tentang Penahapan Wilayah dan Waktu Pelaksanaan Pendistribusian Isi Ulang Liquefied Petroleum Gas Tertentu Tepat Sasaran, tidak hanya sebagai sloganistis semata.
Sehingga ketika mulai 1 Januari 2024, pemerintah membatasi pembelian LPG 3 kg efektif, hanya masyarakat yang telah terdaftar pada sistem Pertamina saja yang dapat mengakses gas melon tersebut, benar-benar dapat diterapkan dan tidak muncul persoalan baru, mengingat sosialisasi kebijakan ini masih sayup di dengar masyarakat.
Karena berdasar data Badan Pusat Statistik, pada 2021 ada 82,78% rumah tangga Indonesia yang menggunakan LPG sebagai bahan bakar utama untuk memasak. Sedangkan sementara ini merujuk laporan Kementerian ESDM, pemerintah bersama dengan PT Pertamina (Persero) telah mendata sekitar 6,5 juta konsumen yang berhak untuk membeli LPG 3 kilogram lewat pendataan sebanyak lima gelombang sejak Maret 2023 sampai dengan 30 Juli 2023, dan pendataan ini sudah mencakup di 419 kabupaten dan kota yang tersebar di Pulau Sumatra, Jawa, Bali, Sulawesi, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan, hingga Sulawesi.
Jika Kementerian ESDM tidak tepat dalam membuat dan mengeluarkan kebijakan, maka dengan sendirinya akan muncul multi-tafsir di masyarakat, pertama ; masyarakat akan berasumsi bahwa pelaksanaan program populis di akhir tahun jelang tahun politik, sarat dengan soal bagaimana membuat sebuah instrumen untuk bagi-bagi para elit dari produksi alat penanak nasi (rice cooker) yang belum mendesak itu. Kedua; mungkin masyarakat akan menafsirkan ini adalah pola berbagi pemborosan ala Kementerian ESDM.