HOLOPIS.COM, JAKARTA – Saksi ahli pidana kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin, Prof Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej menegaskan bahwa jenazah Mirna telah diautopsi. Hal ini untuk membantah statemen dari pihak kuasa hukum Jessica Kumala Wongso yang menuding jika jenazah tersebut tidak dilakukan autopsi forensik.
“Jadi Mirna itu diautopsi pada tanggal 10 Januari, 3 hari setelah kematian itu,” kata Eddy dalam podcast Close The Door yang dikutip Holopis.com, Rabu (11/10).
Soal teori autopsi, Prof Eddy yang juga Guru Besar Ilmu Pidana Universitas Gadjah Mada (UGM) tersebut menerangkan, bahwa apa yang dilakukan oleh dokter forensik dari Rumah Sakit Sukanto Mabes Polri, dr Slamet Purnomo masuk dalam kategori autopsi.
“Autopsi ada dua, ada autopsi forensik pemeriksaan mendalam dengan mengambil sample pada organ tubuh untuk mengetahui sebab kematian, dan autopsi klinis untuk kepentingan pelajaran, ilmu pengetahuan,” ujarnya.
Ia juga menerangkan, bahwa autopsi tidak harus melakukan pembedahan kepada seluruh rongga tubuh. Hasil dari pemeriksaan itu dituangkan dalam sebuah berkas yang disebut visum et repertum.
Visum et repertum adalah sebuah keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter dalam ilmu kedokteran forensik atas permintaan penyidik yang berwenang mengenai hasil pemeriksaan medik terhadap manusia, baik hidup atau mati ataupun bagian atau diduga bagian tubuh manusia, berdasarkan keilmuannya dan di bawah sumpah, untuk kepentingan pro yustisia.
“Hasil autopsi itu dituangkan dalam dalam visum et repertum. Jadi kalau dibelah dadanya, diambil sample pada lambung, pada hati, pada empedu, kalau bukan autopsi apa namanya ?,” tukasnya.
Berdasarkan berkas berita acara pemeriksaan yang ada dari perkara ini, Prof Eddy menegaskan bahwa jenazah Mirna Salihin sudah dilakukan autopsi sesuai dengan prosedur yang ada. Memang dalam praktiknya, proses autopsi tidak dilakukan secara menyeluruh seperti yang dijelaskan dr Djaja.
“Bahwa tidak seluruh sample diambil pada otak dan lain sebagainya, kenapa, karena sudah terbukti dari awal (penyebab kematiannya -red),” terang Eddy.
Lebih lanjut, pakar hukum yang saat ini menjabat sebagai Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) tersebut menerangkan, bahwa tidak benar di dalam tubuh Mirna tak ada sianida. Ia menegaskan bahwa ditemukan kandungan sianida berdasarkan hasil pemeriksaan forensik.
“Ditemukan 0,2 mg/liter Sianida. Jangan dilihat separuh-separuh. Kita baca berita acara pemeriksaan dari Prof Budi Sampurna yang ahli forensik, benda itu dimasukkan berwujud NaCN, natrium sianida. Dia berbentuk seperti garam ya,” papar Prof Eddy.
Dari hasil pemeriksaan forensik itu, Eddy menyebut bahwa total kandungan sianida di dalam tibuh mendiang Wayan Mirna Salihin cukup untuk membuat seseorang meninggal dunia.
“NaCN yang terdapat di dalam lambung Mirna itu 950 mg/Liter. Itu kan sudah manjadi satu senyawa. Jadi tidak bisa dipilah-pilah,” tandasnya.