HOLOPIS.COM, JAKARTA – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) memberikan sejumlah saran yang terangkum dalam 8 poin kepada pemerintah, terkait konflik Rempang yang hingga kini masih terus bergulir.
Salah satu poinnya menyarankan pemerintah yang dalam hal ini Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto untuk meninjau kembali rencana pembangunan proyek strategis nasional (PSN) Rempang Eco City di Pulau Rempang, Kepulauan Riau.
“Pertama, meminta Menteri Koordinator Bidang Perekonomian agar meninjau kembali Pengembangan Kawasan Pulau Rempang Eco City sebagai PSN berdasarkan Permenko RI Nomor 7 tahun 2023,” kata Koordinator Subkomisi Penegakan HAM, Uli Parulian Sihombing dalam keterangannya yang dikutip Holopis.com, Sabtu (23/9).
Selain itu, Komnas HAM juga mengusulkan Menteri Agraria dan Tata Ruang/kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Hadi Thahjanto untuk tidak menerbitkan hak pengelolaan lahan (HPL) di lokasi Pulau Rempang, mengingat lokasi tersebut masih belum jelas dan bersih.
Komnas HAM juga meminta kepada pihak terkait untuk melaksanakan penggusuran dengan memperhatikan prinsip-prinsip HAM, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (KIHESB) jo. Komentar Umum Nomor 7 tentang KIHESB.
“Ada beberapa hal yang harus diperhatikan ketika proses penggusuran dilakukan yaitu, perlindungan prosedural, tapa intimidasi dan kekerasan, serta mengerahkan aparat secara proporsional,” tutur Ulil.
Kemudian, terkait dengan penolakan masyarakat terhadap relokasi, Komnas HAM mengingatkan pemerintah untuk tidak melanggar hak atas tempat tinggal yang layak, baik melalui itu melalui tindakan ataupun kebijakan.
“Kebijakan Negara tidak boleh diskriminatif dan menimbulkan pembatasan tanpa dasar hukum yang sah, eksklusif dan tidak proporsional. Negara tidak boleh melakukan relokasi paksa yang merupakan bentuk pelanggaran HAM,” tegas Uli.
Lebih lanjut, Ulil menyarankan agar penanganan kasus oleh aparat penegak hukum tidak menggunakan cara kekerasan dan mempertimbangkan keadilan restoratif untuk proses pidana kasus konflik Rempang.
“Kelompok rentan seperti anak-anak, perempuan, disabilitas, masyarakat adat harus dilindungi dari kekerasan dan lainnya di Pulau Rempang,” pungkasnya.