HOLOPIS.COM, JAKARTA – Pengamat Intelijen dan Terorisme, Stanislaus Riyanta menilai bahwa ucapan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mengaku memiliki data dan informasi mengenai arah partai politik dari intelijen negara adalah sesuatu yang biasa.
“Ya memang presiden itu memiliki perangkat intelijen dan bisa dikumpulkan dari beberapa lembaga intelijen, yang bertanggung jawab langsung kepada presiden itu kan BIN,” kata Stanislaus dalam keterangannya yang dikutip Holopis.com, Senin (18/9).
Sebagai Kepala Negara, Presiden Joko Widodo memiliki otoritas untuk mendapatkan akses informasi intelijen. Bahkan Jokowi saat ini adalah satu-satunya user dari Badan Intelijen Negara (BIN). Sehingga mengenai informasi apa pun termasuk partai politik jelas dia memiliki data dan informasinya.
“Sesuai UU BIN itu kan single user dan single clientnya Presiden. BIN juga menjadi koordinator untuk intelijen yang lain seperti milik TNI, POLRI, dan juga ada intelijen di Kejaksaan, di imigrasi, di keuangan, itu perangkat yang memang bisa diakses oleh Presiden,” terangnya.
Ia juga menegaskan bahwa sangat aneh jika Presiden tidak didukung oleh informasi yang diolah oleh lembaga intelijen. Bagaimana mungkin Presiden bisa menjalankan roda pemerintahannya tanpa tunjangan informasi krusial dari lembaga intelijen negara.
“Yang aneh juga, jika informasi intelijen dimiliki oleh orang yang tidak mempunyai tugas dan kapasitas seperti presiden misalnya, yang harus mempunyai informasi lengkap, itu berbahaya,” tegasnya.
Selain itu, Stanislaus yang juga alumni Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia tersebut pun menilai bahwa tuduhan informasi intelijen tentang parpol yang dimiliki Presiden Jokowi merupakan penyalahgunaan kekuasaan adalah sesuatu yang berlebihan. Ia meyakini jika Presiden Jokowi akan menggunakan data-data dan informasi itu untuk kepentingan bangsa dan negara dalam pengambilan kebijakan.
“Tidak, justru karena Presiden itu adalah kepala negara maka dia di-support dengan informasi–informasi intelijen supaya dia bisa mengambil keputusan. Bahkan prinsip intelijen itu sebagai salah satunya adalah pendukung pengambil keputusan,” tandasnya.
Stanis yakin, pihak-pihak yang menganggap bahwa data intelijen akan digunakan untuk kepentingan Presiden Jokowi secara sepihak dan disalahgunakan adalah bentuk interpretasi yang keliru.
“Cuma bagaimana cara menanggapi, cara menjadikan informasi itu sebagai pendukung pengambil keputusan itu yang menjadi semacam hak prerogatif presiden, tapi pasti itu akan menggunakan perangkat lain misalnya soal keamanan, itu pasti akan meminta konfirmasi kepada Kapolri dan pertahanan akan mengonfirmasi ke Panglima TNI,” sambungnya.
Baca selengkapnya di halaman kedua.