Holopis.com HOLOPIS.COM, JAKARTA – Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) telah mengumpulkan Rp14,57 triliun dari pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) atau pajak digital.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Dwi Astuti menyampaikan, bahwa besaran pajak digital tersebut berasal dari Rp731,4 miliar setoran pada 2020, Rp3,90 triliun pada 2021, Rp5,51 triliun pada 2022, dan Rp4,43 triliun pada 2023.

Adapun pelaku usaha PMSE yang telah ditunjuk menjadi pemungut PPN saat ini berjumlah 158 pelaku usaha, masih sama dengan jumlah pemungut pada bulan lalu.

“Jumlah pemungut PPN PMSE tidak bertambah dari bulan lalu karena selama Agustus 2023 pemerintah belum melakukan penunjukan PMSE baru,” kata Dwi dalam keterangan resminya yang dikutip Holopis.com, Selasa (12/9).

Dwi mengatakan, pemerintah pada Agustus 2023 hanya melakukan pembetulan elemen data dalam surat keputusan penunjukan dari Degreed, Inc. dan TradingView, inc.

Adapun, untuk meningkatkan keadilan dan kesetaraan berusaha (level playing field) antara pelaku usaha digital dan konvensional, pemerintah telah mengatur penunjukan pelaku usaha PMSE untuk memungut PPN sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 60/PMK.03/2022.

Menurut peraturan tersebut, pelaku usaha yang telah ditunjuk menjadi pemungut, wajib memungut PPN dengan tarif 11 persen atas produk digital luar negeri yang dijualnya di Indonesia.

Mereka juga diwajibkan membuat bukti pungut PPN, baik itu berupa commercial invoice, billing, order receipt, atau dokumen sejenis lainnya yang menyebutkan adanya pemungutan PPN dan telah dilakukan pembayaran.

Ke depan, lanjut Dwi menambahkan, pemerintah masih akan menunjuk para pelaku usaha PMSE yang melakukan penjualan produk maupun pemberian layanan digital dari luar negeri kepada konsumen di Indonesia.

“Kriteria pelaku usaha yang dapat ditunjuk sebagai pemungut PPN PMSE yakni, nilai transaksi dengan pembeli Indonesia telah melebihi Rp600 juta setahun atau Rp50 juta sebulan, dan/atau jumlah traffic di Indonesia telah melebihi 12.000 setahun atau 1.000 dalam sebulan,” pungkas Dwi.