HOLOPIS.COM, JAKARTA – BNPT mengakui bahwa langkah mereka dalam mengantisipasi penyebaran paham radikalisme di pemerintahan maupun BUMN terbilang belum maksimal.

Kepala BNPT Komjen Rycko Amelza mengakui bahwa selama ini proses asesmen hanya difokuskan kepada tataran pejabat di pemerintahan. Padahal, berkaca dari jaringan teroris di PT KAI, yang terdampak justru ada di kalangan pegawai.

“Selama ini, asesmen yang dilakukan oleh BNPT hanya untuk eselon-eselon satu dan dua, calon-calon deputi, calon direktur. Belum menyentuh sampai ke bawah,” kata Rycko dalam keterangannya yang dikutip Holopis.com, (9/9).

Meski begitu, Rycko tidak mau dikatakan bahwa BUMN menjadi sarang dari jaringan teroris dibandingkan instansi lainnya.

“Ya bukan masih banyak, masih dimungkinkan masih ada jaringannya. Jaringan radikal ya udah pasti ya,” kilahnya.

“Oleh karena itu, tugas daripada BNPT saat ini adalah melanjutkan peningkatan assessment kepada petugas-petugas daripada pegawai BUMN ini yang memiliki tingkat resiko yang tinggi,” sambungnya.

Di satu sisi, Rycko menggunakan alasan keterbatasan jumlah petugas yang tersertifikasi untuk melakukan asesmen terhadap seluruh instansi pemerintahan.

“Di satu sisi juga memang jumlah petugas assessment dari BNPT yang memiliki sertifikasi itu terbatas, ada 15 orang untuk melakukan assessment terhadap 961 objek vital dengan sekian ribu mungkin ya yang akan kita edukasi. Petugas-petugas yang memiliki resiko tinggi tadi,” dalihnya..

Rycko pun menjelaskan, BNPT akan membagi asesemen menjadi empat kategori. Kategorinya yakni toleran, intoleran pasif, intoleran aktif, dan terpapar.

Lebih lanjut, Ryco mengatakan jumlah 15 petugas asesmen itu sudah ideal menurut struktur organisasi BNPT. Meski begitu, dia menuturkan pihaknya bakal mengusulkan pengembangan organisasi BNPT sesuai UU No 5 Tahun 2018.

“Jadi kalau menurut struktur organisasi BNPT saat ini itu sudah ideal 15 itu, oleh karena itu kami sedang mengusulkan ini, mengusulkan pengembangan organisasi BNPT sesuai dengan amanat Undang-Undang yang baru UU Nomor 5 tahun 2018,” tutupnya.