Menurutnya, hal tersebut bukan berarti pembatasan kegiatan di dalam tempat ibadah. Namun harus ada upaya screening terhadap siapa pembicara yang hendak menyampaikan dakwah, ceramah atau khotbah di dalam tempat ibadah tersebut.
“Siapa saja yang boleh memberikan, menyampaikan konten di situ, termasuk mengontrol isi daripada konten supaya tempat-tempat ibadah kita ini tidak dijadikan alat untuk menyebarkan ajaran-ajaran kekerasan, ajaran-ajaran kebencian, menghujat golongan, pimpinan, bahkan menghujat pemerintah,” jelas Rycko.