HOLOPIS.COM, JAKARTA – Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Kawiyan menilai bahwa konten Luluk Sofiatul Jannah yang membentak-bentak siswi SMKN 1 Kota Probolinggo dan menyebutnya sebagai babu bisa masuk kategori cyber bullying. Apalagi konten video tersebut diunggah di akun media sosialnya, @luluk.nuril.
“KPAI berpendapat bahwa apa yang dilakukan seleb tersebut termasuk kategori kekerasan yaitu kekerasan verbal yang dilakukan melalui media sosial TikTok,” kata Kawiyan dalam keterangannya yang dikutip Holopis.com, Kamis (7/9).
Kemudian, ia juga menyampaikan bahwa berdasarkan informasi dari pihak sekolah, walaupun siswi berinisial LNAS sudah kembali mengikuti PKL (Praktik Kerja Lapangan), ia tidak lagi mau ditempatkan di bagian yang berhubungan langsung dengan costumer, akan tetapi memilih di bagian belakang yang tidak berhadapan dengan costumer.
Dengan ini, Kawiyan mengatakan bahwa ada sisi traumatik yang dialami oleh pelajar tersebut akibat ulah istri Bripka Mochamad Nuril Huda yang saat ini berdinas di Polres Probolinggo tersebut.
“Itu adalah bukti nyata bahwa siswa LNAS telah kehilangan rasa percaya diri dan kehilangan keberanian untuk berkomunikasi dengan orang lain,” ujarnya.
Ia berharap kasus yang dialami oleh LNAS atas kesewenang-wenangan ibu Bhayangkari tersebut bisa menjadi pelajaran berharga bagi semua orang, bahwa dampak dari cyberbullying juga sangat tidak baik, khususnya dalam tumbuh kembang anak.
“Sangat dipahami jika LNAS merasa malu atas beredarnya video TikTok tersebut. Dan itu merupakan dampak nyata dari cyber bullying yang dialami seorang anak,” tuturnya.
Kemudian, Kawiyan juga memberikan penjelasan tentang bahaya Cyberbullying bagi korban. Ada dampak yang tidak main-main jika sampai korban mengalami tekanan yang sangat besar terhadap mentalnya.
“Secara singkat dapat kami jelaskan di sini bahwa cyberbullying punya dampak psikologis yaitu depresi, mudah marah, gelisah, menyakiti diri sendiri, dan bahkan berpotensi membuat korban untuk melakukan percobaan bunuh diri,” terangnya.
Selain itu kata Kawiyan, ada dampak kepada kehidupan korban di sekolah. Sehingga jelas sekali akan sangat merugikan sang korban.
“Yaitu penurunan prestasi, jarang hadir ke sekolah, selalu bermasalah di sekolah, dan susah untuk menyesuaikan diri saat di sekolah,” sambungnya.