HOLOPIS.COM, JAKARTA – Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Rycko Amelza Dahniel merevisi pernyataannya mengenai wacana pemerintah yang hendak mengontrol rumah ibadah.
Kali ini, Rycko menyatakan bahwa kontrol rumah ibadah sepenuhnya hanya akan dilakukan oleh masyarakat demi mencegah radikalisme.
“Terhadap penggunaan tempat-tempat ibadah untuk menyebarkan rasa kebencian, kekerasan, mekanisme kontrol itu artinya bukan pemerintah yang mengontrol,” kata Rycko dalam keterangannya yang dikutip Holopis.com, Kamis (7/9).
“Mekanisme kontrol itu bisa tumbuh dari pemerintah beserta masyarakat,” sambungnya.
Dalam konsep tersebut, diharapkan agar pengurus rumah ibadah dan tokoh agama setempat bisa berperan dengan melaporkan aktivitas atau ajaran apa pun yang berpotensi radikal. Pasalnya, pemerintah juga tidak akan sanggup mengontrol semua tempat ibadah di Indonesia.
“Dari tokoh-tokoh agama setempat atau masyarakat yang mengetahui ada tempat-tempat ibadah digunakan untuk menyebarkan rasa kebencian, menyebarkan kekerasan, itu harus disetop,” tukasnya.
Jika kemudian ada yang terindikasi menebar gagasan kekerasan dan antimoderasi beragama, bisa dipanggil, diedukasi, diberi pemahaman, ditegur serta diperingatkan oleh aparat setempat.
“Apabila terjadi perlawanan atau mengulangi hal yang sama maka masyarakat dapat menindaklanjuti hal itu dengan menghubungi aparat setempat,” ujarnya.
Meski telah melihat konsep tersebut dijalankan di beberapa negara, namun kali ini Rycko menyadari situasi di Indonesia berbeda.
Pasalnya, mekanisme kontrol itu bersifat kolaboratif antara masyarakat setempat dengan melibatkan tokoh agama, adat, dan budaya sebagai alternatif yang lebih cocok untuk konteks Indonesia.