HOLOPIS.COM, JAKARTA – Tim penyidik dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendatangi rumah Wali Kota Bima Muhammad Lutfi, Rabu (30/8). Kedatangan mereka dalam rangka agenda penggeledahan terkait proses penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan barang dan jasa serta penerimaan gratifikasi yang menjerat mantan aktivis Gerakan Pemuda (GP) Ansor sekaligus mantan aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Jakarta itu.
“Iya benar Rumah Wali kota (digeledah tim penyidik KPK),” Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri, melalui pesan singkat, seperti dikutip Holopis.com.
Selain kediaman Lutfi, penyidik juga menggeledah beberapa lokasi di Kota Bima Nusa Tenggara Barat (NTB). Beberapa lokasi yang digeledah hari ini yakni Kantor PUPR kota Bima, Kantor BPBD kota Bima, dan Rumah salah satu ASN Pemkot Bima di jalan Gajah Mada, kota Bima.
“Perkembangan akan disampaikan pada waktunya,” ujar Ali.
Sebelumnya, penyidik KPK telah menggeledah beberapa ruangan di Kantor Pemerintah Kota (Pemkot) Bima. Salah satunya ruang kerja Wali Kota Bima. Penggeledahan dilakukan lantaran tim penyidik sedang mencari bukti berkaitan dengan dugaan korupsi tersebut.
H Muhammad Lutfi merupakan salah satu pihak yang telah ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan barang dan jasa serta penerimaan gratifikasi. Berdasarkan informasi, Lutfi dijerat dengan Pasal 12i dan 12B.
Di antara unsur pidana dalam Pasal 12i yakni, pegawai negeri atau penyelenggara negara; Dengan sengaja; secara langsung maupun tidak langsung turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan; Yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya.
Sementara Pasal 12B menyebutkan, gratifikasi yang diberikan kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dapat dianggap suap apabila berhubungan dengan jabatan atau berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya. Penerima gratifikasi diancam hukuman penjara seumur hidup atau paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dengan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.