HOLOPIS.COM, JAKARTA – Mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Rafael Alun Trisambodo didakwa menerima gratifkasi senilai Rp 16.644.806.137 bersama-sama sang istri Ernie Meike Torondek. Dari jumlah tersebut, senilai Rp 6 miliar diduga berasal dari PT Cahaya Kalbar, salah satu anak usaha Wilmar Group.

Hal itu terungkap dalam surat dakwaan terdakwa Rafael Alun Trisambodo yang dibacakan jaksa penuntut umum pada KPK dalam persidangan, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (30/8). Diduga pemberian uang itu terkait perhitungan pajak PT Cahaya Kalbar.

“Yang merupakan salah satu perusahaan dari Wilmar Group yang menjadi wajib pajak pada Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak Jakarta,” ungkap jaksa KPK, seperti dikutip Holopis.com.

Rafel diduga menerima uang itu di Gedung ABDA Jalan Jenderal Sudirman Kav 59 Senayan Kecamatan Kebayoran Baru Kota Jakarta Selatan sekitar bulan Juli 2010. Penerimaan uang itu disamarkan dalam bentuk pembelian tanah tanah dan bangunan di Perumahan Taman Kebon Jeruk Blok G1 Kav 112 Kelurahan Srengseng Kecamatan Kembangan Kota Jakarta Barat.

Diduga dana dan penyamaran itu dilakukan oleh Direktur Operasional dan Keuangan PT Cahaya Kalbar Jinnawati.

“Terdakwa menerima uang sejumlah Rp 6.000.000.000 yang disamarkan dalam pembelian tanah tanah dan bangunan,” ujar jaksa.

Selain PT Cahaya Kalbar, Rafael juga diduga menerima gratifikasi dari atau melalui sejumlah perusahaan lainnya. Di antaranya :

1. Penerimaan dari wajib pajak PT Krisna Bali International Cargo. Rafel disebut menerima uang sejumlah Rp 2.000.000.000 miliar dari Direktur PT Krisna Group, Anak Agung Ngurah Mahendra, di Kelurahan Maumbi Kecamatan Kalawat Kabupaten Minahasa Utara sekitar bulan Maret 2013.

2. Penerimaan uang Rp 4.443.302.671 melalui PT Cubes Consulting. Penerimaan ini terjadi secara bertahap sejak 19 Oktober 2010 sampai dengan 14 November 2011.

“Terdakwa melalui PT Cubes Consulting menerima pendapatan atas jasa operasional perusahaan yang tidak dilaporkan dalam LHKPN sejumlah Rp 4.443.302.671,” ucap jaksa.

3. Penerimaan Rp 1.641.503.466 melalui PT Artha Mega Ekadhana. Diduga Rafel bersama istri menerima uang tersebut dari puluhan wajib pajak dalam kurun waktu 15 Mei 2002 sampai dengan 30 Desember 2009.

Dikatakan jaksa, penerimaan gratifikasi itu berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya. Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya tersebut, kata jaksa, Rafeal bersama-sama istrinya mendirikan perusahaan, yakni PT Artha Mega Ekadhana (PT ARME) pada tahun 2002, PT Cubes Consulting pada tahun 2008, dan PT Bukit Hijau Asri yang membidangi pembangunan dan konstruksi pada tahun 2012. Tujuan pendirian perusahaan tersebut untuk mendapatkan keuntungan dari pemeriksaan para wajib pajak.

“Berdasarkan Akta Nomor 52 dari Notaris Setiawan, SH tanggal 22 April 2002 dengan menempatkan Ernie Meike Torondek yang merupakan istri Terdakwa sebagai Komisaris Utama dimana salah satu bidang usahanya adalah menjalankan usaha-usaha dibidang jasa kecuali jasa dalam dalam bidang hukum dan pajak, namun dalam operasionalnya, PT ARME memberikan layanan sebagai konsultan pajak dengan merekrut Ujeng Arsatoko yang memiliki nomor register konsultan pajak sehingga bisa mewakili klien PT ARME dalam pengurusan pajak di Direktorat Jenderal Pajak,” ungkap jaksa.

Atas perbuatan tersebut, terdakwa Rafael didakwa atas Pasal 12 B jo Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

“Bahwa perbuatan Terdakwa Rafael Alun Trisambodo bersama-sama dengan Ernie Meike Torondek yang menerima gratifikasi berupa uang seluruhnya sebesar Rp 16.644.806.137 haruslah dianggap suap karena berhubungan dengan jabatan dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, yakni berhubungan dengan jabatan Terdakwa sebagai Pegawai Negeri pada Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan Direktorat Jenderal Pajak dan berlawanan dengan kewajiban Terdakwa,” kata jaksa.

Selain gratifikasi, Rafael juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Pencucian uang tersebut patut diduga merupakan hasil dari tindak pidana korupsi berkaitan dengan penerimaan gratifikasi.

Modus TPPU itu di antaranya, menempatkan modal ke PT Statika Kensa Prima Citra (PT SKPC) sebesar Rp 315.000.000, mentransfer uang sebesar Rp 5.152.000.000 ke rekening Agustinus Ranto Prasetyo, menempatkan uang Rp 1.175.711.882 yang berasal dari keuntungan usahanya di PT SKPC ke rekening Agustinus Ranto Prasetyo, serta menempatkan SGD 2.098.365 dan USD937.900 di Safe Deposit Box (SOB).

Selain itu membayarkan atau membelanjakan harta kekayaan yang di antaranya, pembelian sejumlah tanah dan bangunan di sejumlah daerah, pembelian sejumlah kendaraan roda empat dan dua, hingga pembelian sejumlah tas mewah dengan merek ternama.

Atas dugaan tersebut, terdakwa Rafael didakwa atas Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.