HOLOPIS.COM, JAKARTA – Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh ternyata mempunyai julukan ‘bos dalam’ di Mahkamah Agung (MA). Ihwal julukan itu diungkapkan dan disampaikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam memori kasasi yang diajukan melawan vonis bebas hakim itu di kasus suap pengurusan perkara.

Demikian diungkapkan Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri. Julukan itu didapat dari fakta persidangan. Julukan itu diamini oleh sejumlah saksi yang dihadirkan jaksa penutut umum (JPU).

“Terdakwa dikenal dengan sebutan “Bos Dalem” yang diketahui sejumlah saksi sebagai salah satu hakim yang memutus perkara kasasi dari Budiman Gandi Suparman,” ucap Ali dalam keterangannya, seperti dikutip Holopis.com, Selasa (22/8).

Julukan ‘bos dalam’ juga muncul di ponsel pihak yang berperkara. Dimana terdapat isi percakapan WhatsApp antara Redhy Novarisza dan Prasetio Nugroho yang mempertegas terdakwa Gazalba sebagai sosok ‘bos dalem’.

Menurut Ali, percakapan itu terkait penyerahan uang. Diduga Gazalba menerima suap untuk tambahan menjalankan ibadah umroh.

“Menyebutkan pemberian uang dengan kalimat ‘buat tambah jajan di Mekah’ yang bertepatan dengan terdakwa yang akan menjalani ibadah umroh dan hal ini bersesuaian dengan pengakuan terdakwa yang memang menjalani ibadah umroh pascaadanya pemberian uang pengurusan perkara,” kata Ali.

Dalam persidangan, aliran uang itu sudah dibuktikan dalam persidangan di pengadilan tindak pidana korupsi. Adapun pemberangkatan ibadah umroh Gazalba juga dikuatkan dengan data perlintasan dari Dirjen Imirgrasi Kemenkumham RI.

“Hal ini bersesuaian dengan pengakuan Terdakwa yang memang menjalani ibadah umroh pasca adanya pemberian uang pengurusan perkara. Tim Jaksa juga secara terang benderang membuka dan memperlihatkan isi percakapan Whatsapp antara Redhy Novarisza dan Prasetio Nugroho tentang persiapan hingga penyerahan uang untuk Terdakwa,” ujar jaksa.

Dalam memori kasasi, KPK juga memperkuat upaya mengaburkan bukti. Di antaranya menghapus percakapan Whatsapp dan mengganti nomor telepon genggam.

“Sebagai bentuk nyata kekhawatiran Terdakwa pasca OTT KPK kemudian mengganti nomor handphonenya dari yang lama dengan nomor handphone yang baru,” ujar Ali.

“Adanya perintah untuk menghapus komunikasi percakapan Whatsapp pasca OTT KPK. Tim Jaksa juga menyakini jejak digital tidak akan pernah bisa berbohong dan atas hal tersebutlah mengapa Terdakwa meminta Prasetio Nugroho untuk segera menghapus semua chat-chat antara Terdakwa dengan Prasetio Nugroho,” ditambahkan Ali.

Di antara argumentasi itu dituangkan dalam memori kasasi yang telah didaftarkan dan registrasi pada Senin, 21 Agustus kemarin. Sehingga, MA diharap memberikan putusan yang adil.

“Kami berharap majelis hakim sepenuhnya mempertimbangkan alasan kasasi yang diajukan tim jaksa dan mengabulkan permohonan kasasi tersebut dengan memutus sebagaimana tuntutan. Lembaga Mahkamah Agung RI sebagai pintu akhir untuk mendapatkan keadilan tentu dalam putusannya akan selalu berlandaskan hukum dengan menjunjung tinggi marwah keadilan dan menjaga kepercayaan masyarakat,” tandas Ali.

Gazalba sebelumnya divonis bebas dalam persidangan dugaan suap penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA). KPK dinilai tak punya cukup bukti.

Padahal, jaksa meyakini Gazalba terbukti telah menerima suap sebesar 20 ribu dolar Singapura untuk pengurusan perkara di Mahkamah Agung. Atas meyakinan itu, jaksa menuntut Gazalba dengan hukuman 11 tahun penjara.

Menurut Jaksa, Gazalba diduga menerima suap untuk mengabulkan permintaan pemohon yakni Heryanto Tanaka untuk mengabulkan perkara kasasi terkait kasus permasalahan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana.

Dikatakan jaksa, uang suap yang disiapkan Heryanto Tanaka untuk mengurus perkara mencapai 110 ribu dolar Singapura. Kemudian uang itu dialirkan berantai, mulai dari pengacara, ASN di lingkungan MA, hingga ke Prasetio Nugroho selaku panitera pengganti atau asisten yang merupakan representasi dari Gazalba Saleh.