HOLOPIS.COM, JAKARTA – Pakar hukum tata negara, Margarito Kamis menyampaikan pendapatnya tentang maraknya gugatan batas usia Capres-Cawapres di Mahkamah Konstitusi (MK).
Menurutnya, gugatan tersebut tidak masuk akal dalam konstruksi hukum di Indonesia. Sebab, para penggugat sebenarnya tidak memiliki legal standing dalam mengajukan judicial review (JR) terhadap Pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
“Apakah orang yang mengajukan JR di MK hari ini, dirugikan dengan ketentuan yang ada di UU 7/2017 tentang Pemilu. Saya berpendapat tidak ada,” kata Margarito kepada Holopis.com, Rabu (23/8).
Karena tidak memiliki tendensi kerugian tersebut, ia mengatakan bahwa para penggugat sebenarnya tidak memiliki dasar argumentasi hukum yang jelas mengapa batas usia capres-cawapres itu harus direvisi.
“Mereka tidak memiliki kerugian. Karena mereka tidak memiliki kerugian maka mereka tidak memiliki hak untuk JR di MK,” ujarnya.
Walaupun dalam konteks fenomena adanya gugatan-gugatan itu, ia menyatakan tidak ada yang boleh melarang, sebab itu bagian dari hak konstitusi warga negara yang memiliki fasilitas untuk berproses di sektor hukum.
Apalagi jika melihat dari konstruksi argumentasi hukum yang muncul di beberapa kalangan, bahwa alasan gugatan itu agar banyak anak-anak muda Indonesia bisa berkesempatan untuk menjadi calon Presiden atau calon wakil Presiden, maka konstruksi hukum ini menurutnya cukup keliru.
“Sejauh yang saya tahu, alasan pengajuan JR ini adalah memungkinkan begitu banyak anak muda untuk dapat menjadi capres. Saya berpendapat dalam teknis hukum argumentasi ini salah. Sebab, orang yang mengajukan JR itu harus mereka yang mengalami kerugian faktual atau aktual, maupun kerugian potensial pada orang personal,” terangnya.
Jika para penggugat itu bukan capres atau cawapres, apalagi sama sekali tidak pernah disebut-sebut sebagai bakal calon presiden maupun bakal calon wakil presiden, maka konstruksi argumentasi hukum yang muncul itu jelas gugur.
“Saya berpendapat dua-dua ini tidak dimiliki oleh pemohon saat ini,” ucapnya.
Dengan demikian, dalam kacamata hukum tata negara yang ia miliki, majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) pun tak akan menggubris gugatan tersebut.
“Saya berpendapat permohonan ini tidak akan didengar oleh MK,” pungkasnya.
Baca isi pasal 169 UU Pemilu di halaman kedua.
Page: 1 2
PT Jasa Marga (Persero) Tbk, mencatat sebanyak 163.595 kendaraan kembali ke wilayah Jabotabek pada H+1…
Mantan Perdana Menteri India, Manmohan Singh meninggal dunia pada hari Kamis (26/12) waktu setempat, di…
KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) memeriksa dua anggota DPR RI Komisi XI terkait kasus dugaan korupsi…
Milwaukee Bucks harus kandas di tangan Brooklyn Nets pada lanjutan NBA musim 2024/2025, dengan skor…
Sebanyak 283 warga binaan yang beragama Kristen Protestan dan Katolik di Sulawesi Selatan (Sulsel) menerima…
Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo mengklaim angka kecelakaan lalu lintas selama libur Natal dan…