HOLOPIS.COM, JAKARTA – Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna H. Laoly menyatakan pemerintah akan terus melobi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk segera membahas Rancangan Undang-undang tentang perampasan aset (RUU Perampasan Aset) terkait tindak pidana.

Penyataan itu disampaikan Laoly dalam menanggapi berbagai pertanyaan mengapa RUU tersebut tidak kunjung dibahas. Padahal masa jabatan DPR periode ini akan berakhir tahun 2024 mendatang.

Dia menegaskan, bahwa pemerintah tidak punya wewenang untuk mengeksekusi RUU yang digadang-gadang menjadi senjata ampuh untuk membuat para koruptor jera. Untuk itu, jalan satu-satunya yakni dengan melobi DPR.

“Bagaimana kami melakukan. Kami kan tidak bisa memerintah DPR. Tapi kami akan lobi lah terus,” kata Yasonna dalam keterangannya yang dikutip Holopis.com, Kamis (13/7).

Yasonna menyampaikan pihaknya akan menemui pimpinan DPR agar bisa mempercepat pembahasan RUU perampasan aset. Ia juga akan mengecek terkait pembentukan panitia khusus untuk membahas RUU ini.

“Ya kita nanti jumpai pimpinan atau sekarang kan apakah sudah ditunjuk pansus atau apa kan kita harus lihat dulu. Ya. Belum ada panggilan,” kata dia.

Meski begitu, Yasonna menegaskan bahwa RUU tersebut merupakan prioritas utama pemerintah. Maka, pemerintah dan DPR akan menyelesaikan pembahasan RUU Perampasan Aset sebelum masa tugas DPR rampung.

Untuk saat ini, katanya, pemerintah tengah menunggu undangan DPR untuk membahas perihal RUU tersebut.

“Ya kita selesaikan dong, itu prioritas kita,” ucap Yasonna.

Sebagaimana diketahui sebelumnya, Ketua DPR RI Puan Maharani menyampaikan alasan pihaknya tak kunjung membacakan Surat Presiden (Surpres) RUU Perampasan Aset dalam rapat paripurna DPR RI.

Padahal, surpres itu sudah dikirim pemerintah dan diterima oleh DPR RI sejak dua bulan lalu, atau tepatnya pada tanggal 4 Mei 2023.

“DPR sekarang ini memfokuskan untuk bisa menyelesaikan rancangan undang-undang yang ada di setiap komisinya, setiap tahun maksimal dua sesuai dengan tata terbitnya,” ujar Puan, Selasa (11/7).

Menurutnya, jika dua RUU sudah diselesaikan, tiap komisi baru dipersilahkan untuk membahas RUU yang baru. “Jika kemudian dua (RUU) sudah selesai, silahkan menambah. Namun, jika belum selesai harus diselesaikan dahulu RUU tersebut,” ucap dia.