HOLOPIS.COM, JAKARTA – Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nonaktif Hasbi Hasan (HH) berpeluang dijerat oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan sangkaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Selain untuk mengembalikan kerugian negara, langkah ‘memiskinkan’ pelaku tindak pidana korupsi juga untuk memberikan efek jera.
“KPK selalu menyertakan tindak pidana pencucian uang di dalam penanganan tindak pidana korupsi. Karena sesungguhnya tentu kita melakukan tindak pidana korupsi itu adalah juga harus mengembalikan kerugian negara dan tentu ini menjadikan efek jera terhadap para pelaku tindak pidana korupsi,” ungkap Ketua KPK Firli Bahuri yang dikutip Holopis.com, Kamis (13/7).
Diketahui, Hasbi telah dijerat sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait pengurusan perkara kasasi di MA. Dalam kasus ini, Hasbi diduga menerima suap Rp 3 miliar dari Debitur Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana, Heryanto Tanaka.
KPK berjanji mendalami dan mengembangkan dugaan rasuah Hasbi lainnya. Dalam proses mendalaman kasus yang Hasbi, lembaga antikorupsi juga menelusuri aliran uang suap Hasbi. Termasuk, adanya dugaan aliran uang suap Hasbi yang mengucur ke rumah produksi PT Athena Jaya Produksi (AJP).
Sebelumnya, KPK sempat menelisik PT Athena Jaya Produksi lewat seorang Penyanyi, Windy Yunita Ghemary. Windy didalami keterangan soal pengelolaan PT Athena Jaya Produksi. KPK ke depannya bakal mendalami lebih detail sumber keuangan PT Athena Jaya Produksi.
“Tentu ini akan didalami sumber pembiayaan rumah produksi itu dari mana, kalau memang itu ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi tentu ada perlakuan sesuai dengan ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan,” tegas Firli.
Merujuk Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) untuk periodik 2019 yang dilaporkan pada 30 April 2020, Hasbi diketahui memiliki harta kekayaan sebesar Rp 2.479.797.489. Hasbi menyampaikan laporan itu saat menjabat sebagai Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Peradilan. Namun sejak menjabat Sekretaris MA sejak 2020 hingga saat ini, Hasbi tidak melaporkan pembaruan harta kekayaannya.
Hasbi dijerat oleh KPK sebagai tersangka penerima suap bersama-sama mantan Komisaris Independen PT Wika Beton, Dadan Tri Yudianto (DTY). Hasbi diduga menerima suap dari Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana Heryanto Tanaka (HT) melalui Dadan.
Heryanto Tanaka diduga memberikan fee pengurusan perkara kepada Dadan dalam tujuh termin hingga totalnya mencapai Rp 11,2 miliar. Dari jumlah itu, Hasbi diduga kecipratan Rp 3 miliar. Diduga uang suap dari Heryanto Tanaka tersebut terkait pengurusan perkara kasasi di MA dengan terdakwa Budiman Gandi Suparman agar dihukum bersalah dan Peninjauan Kembali (PK) atas kasus perselisihan KSP Intidana.
Akibat perbuatannya, Hasbi dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b dan atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana. Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, Hasbi kini mendekam di Rutan KPK pada gedung Merah Putih.