HOLOPIS.COM, JAKARTA – Ketua Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia Pengurus Besar Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia (PB SEMMI) Gurun Arisastra mengkritisi sikap Yandri Susanto yang mendatangi Ketua Mahkamah Agung RI di Kantor Mahkamah Agung (MA). Menurutnya, apa yang dilakukan oleh Yandri justru adalah langkah yang keliru.
“Sikapnya keliru itu secara keilmuan, tapi kita tetap apresiasi niat baik beliau ingin membatalkan putusan nikah beda agama,” ujar Gurun Arisastra kepada Holopis.com di Jakarta, Kamis (13/7).
Menurut Gurun, Yandri yang dalam kapasitasnya sebagai Wakil Ketua MPR seharusnya cukup menyurati Ketua Mahkamah Agung untuk datang menghadapnya di gedung Dewan. Bukan ia datang menghadap Mahkamah Agung.
“Kalau saya jadi pak Yandri sebagai Wakil Ketua MPR, justru saya suratkan Ketua MA untuk menghadap saya sebagai Wakil Ketua MPR, karena putusan nikah beda agama bertentangan dengan UUD 1945,” ujarnya.
Gurun mengatakan MPR merupakan lembaga tinggi negara dan MPR salah satu lembaga pengawal UUD 1945 selain Mahkamah Konstitusi. Sehingga ketika ada keputusan-keputusan persidangan yang diambil di dalam persidangan yang notabane adalah lembaga di bawah Mahkamah Agung, apalagi putusan tersebut justru bertentangan dengan konstitusi, maka legislatif bisa mengambil langkah untuk pemanggilan dalam forum Rapat Dengar Pendapat (RDP) untuk kepentingan klarifikasi.
“MPR itu lembaga tinggi negara, salah satu lembaga pengawal UUD 1945 selain MK, bahkan MPR bisa mengamandemen UUD 1945, maka sebab wajar jika seharusnya dia memanggil Ketua MA, karena putusan PN Jakpus bertentangan dengan UUD 1945,” terangnya.
Lebih lanjut l, Gurun menyarankan agar Yandri sebagai Wakil Ketua MPR sekaligus Anggota Komisi VIII DPR RI mengajukan Rapat Dengar Pendapat dengan Mahkamah Agung, mengapa ada putusan-putusan pengadilan yang bertentangan dengan konstitusi, apalagi kasusnya pun tidak hanya sekali saja.
“Sebaiknya beliau ajukan Rapat Dengar Pendapat Koordinasi dengan Komisi III Hukum, Panggil Ketua MA dan Hakim PN Jakpus yang mengizinkan nikah beda agama,” tuturnya.
Gurun mengatakan penyelesaian perkawinan beda agama tidak bisa diselesaikan dengan Pokja atau Surat Edaran Mahkamah Agung.
“Nggak bisa itu diselesaikan dengan Pokja apalagi dengan Surat Edaran Mahkamah Agung. Karena tidak ada itu dalam aturan hukum, sehingga tidak ada hukum mengikat untuk membatalkan putusan,” tandasnya.
Terkait dengan maraknya putusan gugatan pernikahan beda agama di beberapa wilayah di Indonesia, Gurun mendorong agar ada revisi terharap UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.
“Ini putusan nikah beda agama, hanya bisa dihambat untuk tidak melahirkan putusan yang sejenis ke depan. Caranya ya revisi itu Undang-Undang Administrasi Kependudukan, di situ penyelesaiannya,” tukas Gurun.
Baca selengkapnya di halaman kedua.
Page: 1 2
JAKARTA - Big Thief, band eksperimental rock dari Amerika Serikat, kembali memikat pendengar dengan lagu…
Mega bintang sepakbola dunia Cristiano Ronaldo tengah merayakan Hari Raya Natal bersama keluarga tercinta. Tak…
JAKARTA - Florence + The Machine, band indie rock dari Inggris, kembali memikat pendengar dengan…
Liverpool dijadwalkan tanding melawan Leicester City di Boxing Day Liga Inggris. The Reds pun bertekad…
Aktris Amerika Serikat, America Ferrera memberikan dukungannya terhadap sahabatnya, Blake Lively terkait kasus dugaan pelecehan…
JAKARTA - Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto dan orang kepercayaannya Donny Tri…