Rizal Ramli juga mengingatkan, apabila pemerintah nekat untuk melanjutkan proyek IKN, maka tidak menutup peluang bagi China untuk memperluas teritorialnya.
“Kota ini bisa-bisa menjadi kota satelit negara China yang baru, karena China punya ambisi kuasai teritorial. Dia tidak hanya ingin kuasai bisnis, tapi China juga punya ambisi menguasai teritorial. Nah, kalau ada kota satelit yang kosong, kemudian diisi sama China, ya akhirnya jadi satelit,” tukasnya.
Namun, peluang China untuk menjadikan IKN sebagai kota satelitnya dan mendominasi bisnis di Indonesia bisa dihindari selama pemimpin yang terpilih di Pilpres 2024 nanti memiliki keberanian dan ketegasan, seperti halnya Mahathir Mohamad saat menggantikan Najib Razak sebagai PM Malaysia.
“Waktu Najib Razak masih menjadi PM Malaysia memang agak pro terhadap China. Setelah jatuh dari kekuasaan, Mahathir Muhammad sebagai rezim yang baru membatalkan proyek kereta api cepat dari Kuala Lumpur ke Johor. Kedua, Mahathir Muhammad membatalkan kota baru yang dirancang Najib namanya Johor Forest City yang diperuntukan bagi imigran-imigran dari China daratan,” ungkap Rizal Ramli.
Bila alasan Jokowi bahwa Ibu Kota baru dapat mengurangi ketimpangan, karena bisa mengalihkan pusat kegiatan ekonomi ke daerah-daerah di luar Jawa, Rizal Ramli menilai, cara tersebut adalah yang paling norak.
“Sebenarnya ada cara lain dalam mengurangi ketimpangan di daerah-daerah. Misalnya, di era Pak Habibie jadi Presiden, ia mengeluarkan undang undang terkait desentralisasi agar semua perekonomian tidak terpusat di Jakarta, tapi menyebar juga ke daerah,” ucapnya.
Tapi, Pak Habibie memang tidak punya waktu untuk merumuskan pelaksanaan undang undang itu. Lalu, pemerintahan Gus Dur yang melakukan itu dengan cara memindahkan ratusan ribu ASN dari pusat ke daerah supaya daerah-daerah itu punya human resources.
“Kedua, imbuh Rizal Ramli, pemerintahan Gus Dur bikin UU yang mengatur dana alokasi umum (DAU) supaya subsidi dari pusat ke daerah itu jelas. Rumusnya hanya ada dua, yakni, banyaknya jumlah penduduk dan luasnya wilayah, serta dilihat ketimpangan ekonominya. Nah, daerah yang perkonomiannya rendah harus banyak subsidinya,” kata Rizal Ramli.
“Saya berharap undang undang yang dibuat tahun 2000 hingga 2001 itu diperbaiki, ternyata sampai hari ini belum juga diperbaiki, mosok harus menunggu Rizal Ramli jadi Presiden, baru bisa diperbaiki,” kata Rizal Ramli.
Kedua, sambung Rizal Ramli, pemerintah Gus Dur membuat undang undang terkait dana alokasi khusus, sehingga daerah-daerah penghasil minyak dan gas bisa dapat persentase dari ekspor migas. “Itu lah kenapa Riau maju, Balikpapan maju, karena banyak dapat uang dari ekspor migas,” kata Rizal Ramli.
“Jadi, kalau kita mau daerah-daerah maju, maka harus diperbaiki undang undang terkait dana alokasi khusus itu agar daerah daerah yang punya resources seperti batubara bisa dapat 10 persen dari ekspor, kebayang gak Kalimantan majunya seperti apa? Lalu daerah daerah penghasil tambang mineral, seperti nikel, timah, emas dapat 10 persen dari ekspor, kebayang gak majunya seperti apa?” paparnya.
Terus membaca di halaman ketiga.