HOLOPIS.COM, JAKARTA – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) tetiba muncul memberikan tanggapan atas kasus pelaku penganiayaan David Ozora, Agnes Gracia.
KPAI pun langsung menyalahkan sejumlah aparat hukum yang menangani kasus tersebut mulai dari penyidikan sampai dengan proses persidangan. KPAI diketahui meminta Komisi Yudisial (KY) untuk memeriksa hakim ketua pengadil Agnes yang telah menjatuhkan vonis 3,5 tahun penjara.
“Meminta Komisi Yudisial untuk memeriksa hakim Sri Wahyudi Batubara (Hakim Anak Pengadilan Negeri Jakarta Selatan) secara etik terkait proses persidangan terhadap anak AG yang melanggar beberapa prinsip dan hak dasar anak yang berkonflik dengan hukum,” isi siaran pers KPAI yang dikutip Holopis.com, Selasa (18/4).
Kesalahan hakim menurut KPAI karena telah membacakan pertimbangan secara rinci di persidangan mengenai aktivitas seksual anak AG dengan Mario Dandy.
“Itu bertentangan dengan kode etik dan pedoman perilaku hakim yakni berperilaku arif dan bijaksana. Di mana hakim diharapkan memiliki sikap tenggang rasa yang tinggi, hati-hati, dan memperhitungkan akibat dari tindakannya. Dampak dari pembacaan tersebut adalah meningkatnya frekuensi labelling pada anak,” klaimnya.
Target berikutnya yang menjadi bahan kesalahan dalam kasus Agnes yakni dari jaksa penuntut umum. Pasalnya, JPU tidak menyertakan hasil pemeriksaan psikolog forensik terhadap anak AG di persidangan.
“Meminta Komisi Kejaksaan agar memeriksa jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan yang menangani perkara kasus AG karena tidak menyertakan hasil pemeriksaan psikolog forensik terhadap anak,” ujarnya.
Selain itu, KPAI juga meminta Kompolnas untuk memeriksa dugaan pelanggaran hak anak selama proses penyidikan di kepolisian. KPAI menyoroti terbukanya identitas dan kehidupan pribadi anak AG sehingga menambah trauma.
KPAI kemudian malah berbicara keadilan restoratif seharusnya wajib digunakan dalam sistem peradilan anak. Hal itu, kata KPAI, bisa dilakukan mulai dari tahap pra adjudikasi, adjudikasi dan post adjudikasi serta tahap reintegrasi sosial.