Holopis.com Kemudian pernyataan sikap poin kedua ditujukan kepada Mahfud MD, mereka menyatakan mendukung penuh langkah pemberantasan korupsi dan perang terhadap berbagai upaya tindak pidana pencucian uang. Terlebih, Mahfud MD juga merupakan bagian dari mereka, yakni sesama guru besar dan alumni HMI.

“Mendukung Prof. M. Mahfud MD dan jajaran dalam membangun gerakan anti korupsi dan anti TPPU di berbagai sektor pemerintahan. Mendukung penuh dan mengawal perjuangan Prof. M. Mahfud MD dan jajaran dalam menuntaskan perkara kejahatan keuangan senilai Rp349 Triliun yang melibatkan jajaran internal Kementerian Keuangan maupun pihak eksternal Kementerian Keuangan,” tegas mereka.

Lalu yang ketiga, mereka pun mendorong agar semua komponen yang terkait dalam upaya penanggulangan kasus ini agar saling bersinergi dan kompak di dalam upaya satu visi misi, yakni memberantas tindak pidana korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).

“Diperlukan rekonsiliasi data dalam Komite TPPU antara Menko Polhukam, Menkeu dan PPATK sehingga data yang keluar sama dan valid, serta tidak seharusnya memunculkan penafsiran yang berbeda-beda seperti saat ini,” tuturnya.

Apalagi jika dilihat data yang dipaparkan oleh Kepala Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana dan Menko Polhukam Mahfud MD adalah LHA (Laporan Hasil Analisa), dan data tersebut dianggap sudah setengah matang dan di dalamnya menunjukkan potensi dugaan terjadinya tindak pidana. Sehingga perlu ada gayung bersambut dari Aparat Penegak Hukum (APH) untuk menindaknya lebih lanjut.

“Oleh karena itu, Laporan PPATK tersebut harus ditindaklanjuti oleh Aparat Penegak Hukum, baik KPK, maupun Kejaksaan dan Kepolisian,” sambung mereka.

Harapan keempat dari para guru besar dan doktor ini adalah transparansi dari semua pihak, baik proses yang berjalan hingga tindaklanjut di dalam mekanisme peradilannya. Jangan sampai ada satu saja proses yang ditutup-tutupi, dan memastikan masyarakat terus mengikuti dan mengawal prosesnya sampai akhir nanti.

“Menuntut proses penuntasan TPPU ini dilakukan secara transparan dan akuntabel. Masyarakat harus mengawasi proses penegakan hukum ini sampai tuntas,” lanjut mereka.

Tuntutan yang kelima adalah desakan kepada Presiden Joko Widodo untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Perampasan Aset Hasil Tindak Pidana. Hal ini penting, karena RUU Perampasan Aset yang pernah diupayakan oleh pemerintah kabarnya dimentahkan oleh DPR dan gagal masuk ke dalam program legislasi nasional (Prolegnas).