Dalam laporannya pun, lanjut Yustinus , Soimah menyatakan bahwa pendopo yang dibangunnya sebagai wadah bagi para seniman itu nilainya Rp5 miliar.
“Penting dicatat, kesimpulan dan rekomendasi petugas pajak tersebut bahkan belum dilakukan tindak lanjut. Artinya PPN terutang 2 persen dari Rp4,7 miliar itu sama sekali belum ditagihkan,” jelas dia.
Selanjutnya yakni mengenai keberadaan debt collector yang disebut Soimah mendampingi para oknum petugas pajak saat berhadapan dengan dirinya.
“Kenapa membawa ‘debt collector?’ bagian ini saya belum paham betul, berusaha mengunyah,” jelas Yustinus.
Dia menjelaskan, bahwa setiap kantor Pajak menurut UU sudah punya ‘debt collector’-nya sendiri, yaitu Juru Sita Pajak Negara (JSPN).
“Mereka bekerja dibekali surat tugas dan menjalankan perintah jelas, ada utang pajak yang tertunggak. Soimah sendiri tidak pernah diperiksa kantor pajak dan tercatat tak ada utang pajak, lalu buat apa didatangi sambil membawa debt collector?,” tanyanya.
Bagi JSPN, tak sulit menagih tunggakan pajak tanpa harus marah-marah. Ia bisa menerbitkan Surat Paksa, Surat Perintah Melakukan Penyitaan, memblokir rekening, lalu melelang aset atau memindahkan saldo rekening ke kas negara.
“Kesaksian semua petugas pajak yang berinteraksi, mereka tak pernah bertemu Soimah. Hanya keluarga atau penjaga rumah. Terakhir dengan konsultan pajak. Patut diduga ini bersumber dari cerita pihak lain, yang merasa gentar dan gemetar,” ujar Yustinus.
Lebih lanjut, Yustinus juga menjelaskan terkait curhatan penyanyi yang juga seorang sinden tersebut, ketika dihubungi petugas pajak yang seolah dengan cara tidak manusiawi mengejar untuk segera melaporkan SPT di akhir Maret 2023 ini.
“Saya pun sudah mendengarkan rekaman percakapan Soimah dan juga chat WA dengan petugas pajak. Duh, saya malah kagum dengan kesabaran dan kesantunan pegawai KPP Bantul ini,” jelasnya.
Dia menyebut, meskipun petugas pajak mempunyai kewenangan untuk menagih SPT wajib pajak, namun yang bersangkutan justru tak sembarangan menggunakannya.
Petugas pajak tersebut dikatakan Yustinus, hanya mengingatkan bahkan menawarkan bantuan jika Soimah merasa kesulitan dalam proses pelaporan SPT tersebut.
“Ternyata itu dianggap memperlakukan seperti maling, bajingan, atau koruptor. Hingga detik ini pun meski Soimah terlambat menyampaikan SPT, KPP tidak mengirimkan teguran resmi, melainkan persuasi,” tutur Yustinus.
Yustinus menegaskan, bahwa pernyataan tersebut disampaikannya setelah meneliti dengan tenang, menggali, dan merekonstruksi pernyataan-pernyataan yang disampaikan Soimah dalam sebuah podcast di Youtube.
“Saya ikut membongkar arsip, catatan, korespondensi, dan berbagai tindakan. Saya coba teliti dan telaten, satu per satu diurai lalu dibangun kembali konstruksi kasusnya,” kata Yustinus.