HOLOPIS.COM, JAKARTA – Menko Polhukam, Mahfud MD menilai bahwa kasus kekerasan yang dilakukan Mario Dandy Satriyo (20) terhadap Cristalino David Ozora Latumahina (17) tidak bisa dibawa ke jalur perdamaian.
“Tidak ada perdamaian atau permaafan dalam hukum pidana,” kata Mahfud MD seperti dikutip Holopis.com, Jumat (24/2).
Memang di dalam konstruksi hukum ada istilah restorative justice. Dimana penyelesaian sebuah tindak pidana dilakukan dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku, keluarga korban, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, atau pemangku kepentingan untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil melalui perdamaian dengan menekankan pemilihan kembali pada keadaan semula.
Hanya saja, konteks restorative justice hanya bisa dilakukan dalam perkara yang dikategorikan ringan.
Sementara untuk kasus Mario yang melakukan penganiayaan terhadap David hingga mengalami koma itu, Mahfud menegaskan bahwa proses hukum harus tetap berjalan sebagaimana mestinya.
“Untuk perkara ringan memang ada restorative justice. Penganiayaan yang dilakukan oleh anak pejabat ini harus diproses hukum,” tegasnya.
Sementara itu, dengan berbagai kehidupan hedonisme yang dilakukan oleh Mario selama ini memang perlu menjadi perhatian khusus dari instansi terkait, di mana Rafael Alun Trisambodo yang notabene ayah Mario bekerja.
Terlebih, nilai harta kekayaan yang dimiliki Rafael sebagai eselon III di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Selatan II sebanyak Rp56 miliar menjadi tanda tanya besar.
“Secara hukum administrasi, pejabat yang punya anak dalam tanggungan hedonis dan berfoya-foya harus diperiksa,” tuturnya.
Sekedar diketahui Sobat Holopis, Cristalino David Ozora Latumahina sampai dengan saat ini masih terbaring tak sadarkan diri di ICU Rumah Sakit Mayapada Kuningan, Jakarta Selatan sejak hari Senin (20/2) lalu. Ia mengalami koma usai mendapatkan tindakan kekerasan dari Mario Dandy Satriyo, putra dari Rafael Alun Trisambodo yang notabane adalah pejabat eselon III di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Selatan II.