HOLOPIS.COM, JAKARTA – Pemberitaan mengenai kasus kekerasan seksual pada anak belakangan ini terus meningkat. Hal ini pun menjadi kekhawatiran banyak pihak, mengingat kekerasan seksual pada anak bisa memberikan dampak yang panjang, dan berpotensi merusak masa depan si anak.
Karena itu, masyarakat terutama orang tua, harus mengenali bagaimana bentuk-bentuk kekerasan seksual yang bisa terjadi pada anak.
Ketua Satgas Perlindungan Anak (Ikatan Dokter Anak Indonesia) IDAI, Eva Devita menekankan bahwa kekerasan seksual pada anak tidak hanya berbentuk kontak fisik, namun juga termasuk rayuan, paksaan, hingga difoto saat mengenakan pakaian minim.
“Tidak hanya kontak fisik, kontak non fisik atau visual itu juga termasuk kekerasan seksual. Menyentuh bagian privasi anak, atau anak diminta sentuh bagian privasi orang dewasa, atau difoto dalam kondisi berpakaian minim, termasuk kekerasan seksual pada anak,” kata Eva kepada Holopis.com, Kamis (9/2).
Eva juga mengingatkan bahwa anak-anak biasanya masih tidak memahami apa yang termasuk kekerasan seksual dan mana yang tidak.
Karena itulah, Eva mengimbau orang tua agar memberikan edukasi seks kepada anak sejak usia dini.
Edukasi seks yang diberikan seperti memberitahu mana bagian-bagian tubuh yang privat dan mana yang tidak boleh dilihat orang lain dan mana yang boleh.
“(Ajari) nggak boleh dicium bibirnya, dadanya, kemaluan, dan bokongnyua, hanya ibunya yang boleh ceboki, ayahnya, dan dokter. Selebih itu tidak boleh,” kata Eva.
Anak juga harus diajarkan untuk bereaksi dan meminta bantuan kepada orang dewasa terdekat jika ia melihat gelagat yang mencurigakan dari orang dewasa.
“Jika ada orang ingin megang atau foto, maka anak harus diedukasi lari, berteriak, dan melapor ke orang dewasa terdekat,” pungkasnya.
