HOLOPIS.COM, JAKARTA – Sikap politik Partai Buruh terhadap dinamika sistem pemilihan legislatif (Pileg) disampaikan oleh Presiden Exco Said Iqbal. Menurutnya, sistem proposional tertutup jauh lebih tepat ketimbang proporsional terbuka.

“Partai Buruh adalah partai kader. Partai massa. Proporsional tertutup tidak anti demokrasi, ini soal pilihan saja,” kata Iqbal dalam konferensi Pembukaan Rakernas Partai Buruh di Sport Mall Kelapa Gading, Jakarta Utara seperti dikutip Holopis.com, Sabtu (14/1).

Menurutnya, efek sampung dari sistem proporsional terbuka adalah memberikan karpet merah bagi pemilik modal untuk bisa masuk sebagai anggota Dewan mengalahkan kader partai yang mengusungnya.

“Faktanya, sistem politik terbuka itu elitis, kader partai saling bersaing berhadapan dengan orang-orang yang punya uang dan punya kharisma karena ketokohan. Padahal kader udah bagus, punya ideologi dan sebagainya,” ujarnya.

Kemudian, ia juga mengutip data yang menyebutkan bahwa di kursi DPR RI saat ini, mayoritas diisi oleh mereka yang berasal dari kalangan pengusaha. Sayangnya, tidak banyak pula masyarakat yang mengenal asli sosok-sosok tersebut.

“67 persen anggota DPR RI adalah pengusaha, kita tidak tahu siapa mereka. Siapa yang punya uang dia berkuasa,” tandasnya.

Oleh sebab itu, berdasarkan pola politik yang berjalan di internal Partai Buruh, memandang sistem pemilihan untuk para calon legislatif lebih pas menggunakan proporsional tertutup. Para anggota DPR atau DPRD terpilih adalah mereka yang memang berasal dari partai dan sudah melalui mekanisme screening yang benar.

“Maka bagi kader, sistem proporsional terbuka kurang pas, saya tidak bilang anti demokrasi ya. Jadi jangan benturkan demokrasi atau anti demokrasi. Bagi kami partai kader, proporsional tertutup bersyarat lebih mencerminkan pro kader-kader kita terbaik,” ucap Iqbal.

Sistem proporsional tertutup bersyarat yang dimaksud adalah, saat pemilu nanti, partai politik wajib menyerahkan nama-nama kader yang diusungnya kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara pemilu.

Nama-nama tersebut nantinya akan diumumkan juga kepada publik sebagai bahan informasi. Kemudian di dalam mekanisme pemilu, para pemilih akan disodorkan gambar partai. Sehingga saat mereka memilih partai politik tertentu, maka rakyat sudah tahu konsekuensi dari pilihannya itu apa.

“Tapi kita punya persyaratan. Syaratnya, sebelum dilakukan pencoblosan, parpol harus serahkan daftar nama-nama ke KPU. Karena yang dicoblos itu gambar. Proporsional tertutup bersyarat ; coblos gambar maka rakyat tahu konsekuensi siapa yang akan terpilih,” papar Iqbal.

“Makanya tidak boleh ada mentang-mentang punya modal besar lalu banyak-banyakan suara, nanti kader pada kalah,” pungkasnya.

Sekedar diketahui Sobat Holopis, bahwa saat ini ada 8 partai politik di Senayan yang menyatakan menolak sistem proporsional tertutup yang diajukan di dalam nomor perkara 114/PUU-XX/2022. Bahkan mereka kompak meminta agar majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan judicial review di Pasal 168 ayat 2 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Isi Pasal 168 ayat 2 UU Pemilu ;
Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka.

8 Partai politik tersebut antara lain ; Partai Golkar, Partai Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Gerindra, Partai Amanat Nasional dan Partai NasDem.