HOLOPIS.COM, JAKARTA – Pejabat Mabes Polri AKBP Bambang Kayun secara resmi dijebloskan ke penjara usai menjalani pemeriksaan sebagai tersangka kasus suap di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

BK yang pernah menjabat sebagai Kepala Subbagian Penerapan Pidana dan HAM Bagian Penerapan Hukum Biro Bantuan Hukum Divisi Hukum Mabes Polri itu ditahan akibat kasus suap dan gratifikasi terkait pemalsuan surat dalam perkara perebutan hak ahli waris PT Aria Citra Mulia (ACM).

“Untuk kepentingan dan kebutuhan proses penyidikan, tim penyidik menahan tersangka BK untuk 20 hari pertama, terhitung dari tanggal 3 Januari 2023 sampai dengan 22 Januari 2023 di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur,” kata Ketua KPK, Firli Bahuri dalam keterangannya yang dikutip Holopis.com, Selasa (3/1).

AKBP Bambang Kayun (BK) pun diduga telah menerima suap dan gratifikasi dengan nilai total Rp56 miliar dan satu unit mobil mewah.

“Tersangka BK sekitar bulan Desember 2016 diduga menerima satu unit mobil mewah yang model dan jenisnya ditentukan sendiri oleh tersangka BK,” ungkapnya.

Firli kemudian menjelaskan bahwa kasus Bambang Kayun berawal daripelaporan ke Bareskrim Mabes Polri terkait dugaan pemalsuan surat dalam perebutan hak ahli waris PT ACM dengan pihak terlapor ES (Emilya Said) dan HW (Herwansyah).

ES dan HW kemudian menemui Bambang Kayun melalui rekomendasi salah seorang kerabatnya di Mabes Polri untuk berkonsultasi.

“Sekitar Mei 2016 bertempat di salah satu hotel di Jakarta dilakukan pertemuan antara ES dan HW dengan tersangka BK,” imbuhnya.

Dalam pertemuan tersebutlah kemudian diduga ES dan HW menerima janji dari BK yang siap membantu dengan adanya kesepakatan pemberian sejumlah uang dan barang.

Bambang kemudian memberikan saran kepada dua orang tersebut untik mengajukan surat permohonan perlindungan hukum dan keadilan terkait adanya penyimpangan penanganan perkara yang ditujukan kepada Kepala Divisi Hukum Mabes Polri.

Dengan adanya permohonan tersebut, BK lalu ditunjuk sebagai salah satu personel untuk memverifikasi, termasuk meminta klarifikasi kepada Bareskrim Polri.

“Sekitar Oktober 2016, dilakukan rapat pembahasan terkait perlindungan hukum atas nama ES dan HW di lingkup Divisi Hukum Mabes Polri dan tersangka BK kemudian ditugaskan untuk menyusun kesimpulan hasil rapat yang pada pokoknya menyatakan adanya penyimpangan penerapan hukum termasuk kesalahan dalam proses penyidikan,” jelasnya.

Namun saat kasus tersebut berproses, ES dan HW malah ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri. Tak habis akal, BK pun mengarahkan agar keduanya mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

“Dengan saran tersebut, tersangka BK menerima uang sekitar Rp5 miliar dari ES dan HW dengan teknis pemberiannya melalui transfer bank menggunakan rekening orang kepercayaannya,” ungkapnya.

Di proses praperadilan tersebut, pejabat Polri itu pun diduga telah membocorkan isi hasil rapat Divisi Hukum untuk dijadikan bahan materi isi gugatan praperadilan dan membuat hakim memberikan putusan mengabulkan dan status penetapan tersangka tidak sah.

Tak sampai disitu, pada April 2021, ES dan HW ternyata kembali ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Mabes Polri dalam perkara yang sama.

“Diduga tersangka BK kembali menerima uang hingga berjumlah Rp1 miliar dari ES dan HW untuk membantu pengurusan perkara dimaksud sehingga keduanya tidak kooperatif selama proses penyidikan hingga akhirnya ES dan HW melarikan diri dan masuk dalam DPO penyidik Bareskrim Mabes Polri,” bebernya.

BK pun ditengarai telah menerima uang secara bertahap yang diduga sebagai gratifikasi dan berhubungan dengan jabatannya dari beberapa pihak yang jumlah seluruhnya sekitar Rp56 miliar.

Bambang Kayun pun disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 dan 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.