HOLOPIS.COM, JAKARTA – Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerakan Perubahan Indonesia (Garuda), Teddy Gusnaidi mengingatkan bahwa kebijakan pemerintah pusat saat ini tentang pembatasan rokok, produk tembakau dan sejenisnya bukan sebuah kebijakan baru.
Akan tetapi kata Teddy, itu adalah kebijakan lanjutan dari aturan yang pernah ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) melalui Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.
“Peraturan pemerintah yang akan dikeluarkan pada tahun 2023 terkait rokok bukanlah hal baru, tapi menguatkan Peraturan Pemerintah yang dibuat oleh rezim sebelumnya, yaitu peraturan pemerintah Nomor 109 tahun 2012,” kata Teddy dalam keterangannya yang dikutip Holopis.com, Jumat (30/12).
Hanya saja di dalam PP yang pernah dibuat SBY, tidak ada ketegasan aturan melalui penindakan dan sebagainya. Sehingga di regulasi yang dibuat oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo diberikan penindakan sehingga jelas arah kebijakannya seperti apa nanti.
“Kita harus akui faktanya bahwa penindakan dan penegakan hukum terkait larangan yang ada di peraturan pemerintah sebelumnya sangat minim, kita bisa melihat dengan jelas berbagai pelanggaran yang terjadi di depan mata, maka dari itu Pemerintah akan membuat aturan penegakan dan penindakan,” jelasnya.
Kemudian, mantan politisi PKP Indonesia tersebut menyampaikan, bahwa tindakan yang jelas harus diterapkan dengan tepat. Salah satunya adalah memberikan tindakan tegas kepada para penjual yang menjual rokok atau bahan tembakau lainnya kepada anak-anak di bawah umur.
“Saat ini yang perlu ditindak adalah penjualnya, supermarket, mini market, toko maupun asongan yang terbukti menjual ke anak di bawah umur misalnya, maka ditindak. Jika tidak, maka ini hanya menjadi peraturan saja. Nah, ini yang perlu dikuatkan dalam peraturan pemerintah,” ujarnya.
Terkait dengan larangan penjualan rokok batangan atau ketengan. Menurut Teddy, kebijakan ini harus dilihat secara obyektif. Dimana target kebijakannya adalah memastikan produk tembakau tidak dijangkau oleh orang yang tidak tepat, salah satunya adalah kalangan anak-anak.
“Soal larangan jual rokok ketengan, dibuat berdasarkan fakta yang terjadi di lapangan. Orang yang uangnya pas-pasan, beli rokok daripada beli makan karena terjangkau. Anak di bawah umur bisa merokok karena terjangkau harganya. Ini memutuskan mata rantai cikal bakal orang merokok,” tandasnya.
Lebih lanjut, Teddy menegaskan bahwa kebijakan tentang rokok tersebut merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Dimana di dalam pasal 116 menyebutkan, bahwa ; ketentuan lebih lanjut mengenai pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
“Peraturan pemerintah ini pun berdasarkan perintah UU 36 tahun 2009, yaitu UU yang lahir pada rezim sebelumnya,” ucapnya.
Oleh sebab itu, ia merasa heran jika ada yang menyalah-nyalahkan Presiden Joko Widodo dan pemerintah pusat terkait dengan kebijakan tersebut. Apalagi, jika protes-protes itu dilontarkan oleh kader Partai Demokrat.
“Jadi jika ada yang menyalahkan, tentu salah alamat, karena Jokowi hanya menjalankan perintah UU yang telah ada sebelumnya,” pungkasnya.