HOLOPIS.COM, BANDUNG – Tokoh nasional Dr Rizal Ramli mengibaratkan nasib koperasi dalam sistem perekonomian nasional saat ini seperti kembang pemanis. Bahkan menurutnya, seperti pemeran pembantu atau figuran dalam cerita film.
Koperasi, lanjutnya, tidak pernah mendapatkan peran besar, karena pelaksanaannya masih sebatas pidato dan harapan-harapan belaka.
Hal ini ditegaskan Rizal Ramli dalam diskusi “Transformasi Koperasi Indonesia Menuju Indonesia Emas 2045”, yang digelar Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, di kampus Dipatiukur, Bandung, Jawa Barat, Jumat (16/12) pagi tadi seperti dikutip Holopis.com.
Selain itu Rizal Ramli juga menekankan, penghargaan terhadap Bung Hatta sebagai Bapak Koperasi dan peletak dasar perekonomian nasional di Undang-undang Dasar ‘45 hingga kini masih terabaikan.
“Karena itu pada kesempatan ini saya juga meminta Fakultas Hukum dan Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran memberikan gelar Doktor Honoris Causa (HC) bidang ekonomi kepada Bung Hatta sebagai penghormatan. Ini penting, supaya kita tidak salah arah seperti saat ini,” kata Rizal Ramli.
Seperti diketahui, selama ini anugerah Doktor Honoris Causa bidang ekonomi belum pernah diberikan kepada Bung Hatta. Gelar Honoris Causa pernah didapatkan oleh wakil presiden pertama RI itu dari Universitas Gajah Mada pada tahun 1950-an dan dari Universitas Indonesia pada tahun 1975, namun bukan untuk bidang ekonomi, melainkan bidang hukum.
Melanjutkan pernyataannya, Rizal Ramli menjelaskan, koperasi adalah pilihan tepat yang dijadikan konsep dasar perekonomian nasional oleh Bung Hatta berdasarkan pengalamannya bermukim di Eropa selama sebelas tahun.
Selain menyelesaikan studi ekonomi di Belanda Bung Hatta sebagai tokoh pergerakan juga berkecimpung di dalam pergaulan yang luas di Eropa dalam rangka perjuangan mewujudkan cita-cita kemerdekaan bangsa.
Pada tahun 1920-an, saat berada di Eropa itulah Bung Hatta merasakan langsung dampak dari depresi ekonomi dahsyat yang melanda Benua Biru itu, yang kala itu disebut pula zaman Malaise, akibat praktek kapitalisme yang ugal-ugalan.
Bung Hatta tidak ingin mencontoh sistem yang tidak membawa keadilan ekonomi dan kesejahteraan bagi rakyat seperti itu. Ia lebih memilih mengadopsi sistem welfare state (negara kesejahteraan), seperti di negara-negara Skandinavia yang mengedepankan koperasi.
Lebih jauh, ekonom Indonesia tersebut pun mencontohkan kebijakan ekonomi yang dilakukan oleh Kanselir Jerman Otto Von Bismarck pada pertengahan abad ke 19, dimana ia tidak menginginkan rakyat Jerman kala itu terseret ke dalam sistem ekonomi komunisme.
Bismarck kemudian membuat kebijakan berupa social security system atau sistem jaminan sosial untuk rakyatnya. Sehingga sampai kini Jerman dikenal sebagai salah satu negara dengan jaminan sosial yang tinggi.
Baca selengkapnya di halaman selanjutnya.