HOLOPIS.COM, JAKARTA – Menurut Ketua SETARA Institute, Hendardi, ada sebuah pesan dalam peristiwa bom bunuh diri di Mapolsek Astana Anyar, Bandung yang terjadi pada Rabu (7/12).
Hendardi mengatakan, peristiwa tersebut telah menyebarkan pesan, bahwa terorisme adalah ancaman laten yang kapanpun bisa terjadi dan dipicu oleh banyak variabel dan sangat bergantung pada enabling evironment dan push and pull factors yang bisa jadi tidak berhubungan dengan sasaran tindakan kejahatan itu.
Ia menambahkan, bahwa variabel statis, yakni ideologi intoleran dan radikal, telah melekat pada aktor pelaku atau kelompoknya. SETARA Institute pun mengutuk peristiwa bom bunuh diri itu, dan turut berbela sungkawa pada para korban.
Polri juga didorong untuk bisa mengungkap peristiwa itu, sehingga ada gambaran jelas bagaimana jejaring yang melingkupinya, guna kepentingan penanganan yang lebih akuntabel.
“Jika diasumsikan identitas pelaku yang telah beredar benar, pelaku adalah residivis kasus terorisme di 2017 dan telah bebas sejak Maret 2021,” kata Hendardi dalam keterangan pers yang diterima Holopis.com, Rabu (7/12).
“Jika benar, maka pesan utama peristiwa ini juga ditujukan pada kerja pascapenanganan tindak pidana terorisme, yakni pemasyarakatan dan deradikalisasi. Keberulangan tindakan ini menunjukkan dukungan dan sinergi kinerja deradikalisasi yang dilaksanakan oleh BNPT, mesti diperkuat,” sambungnya.
Selanjutnya, Hendardi menjelaskan jika Early warning dan early respons (EWES) system yang dikembangkan di daerah belum banyak membantu mencegah recovery kelompok teroris untuk melakukan tindakan serupa.
“Padahal sederet regulasi pemerintah telah diterbitkan, termasuk berbagai rencana aksi mencegah terjadinya kekerasan ekstremis. BNPT dan Polri bisa mengefektifkan berbagai regulasi dan inisiasi untuk memperkuat sinergi dengan pemerintah daerah,” jelasnya.
Jika kerja hulu pencegahan intoleransi dan kerja hilir deradikalisasi tidak sinergis, maka potensi terorisme akan terus berulang. Dan sebagai institusi terdepan, Polri selalu akan menjadi sasaran utama tindakan kekerasan dan political revenge dari kelompok pengusung aspirasi politik intoleran. Kesatupaduan langkah berbagai institusi negara dibutuhkan untuk mengatasi kekerasan ekstremis yang berulang.
“Seperti yang berulang kali SETARA Institute ingatkan, kerja pencegahan intoleransi, yang selama ini seringkali dibiarkan hingga kelompok-kelompok tertentu mewujud menjadi tindakan radikal kekerasan dan terorisme, mutlak menjadi prioritas agenda. Pencegahan di hulu, yakni menangani intoleransi adalah salah satu cara menangani persoalan keberulangan terorisme,” pungkasnya.