Letjen Urip Soemohardjo saat itu, menerima laporan bahwa pemuda Surabaya berhasil merebut seluruh persenjataan Jepang, salah satunya Meriam. Para pemuda Surabaya itu kemudian dilatih secara khusus oleh Kapten Soewardi agar mampu menggunakan meriam.
Pelatihan secara khusus ini bertujuan agar pemuda Indonesia mampu menghadapi Pertempuran Surabaya pada 10 November 1945 melawan tentara sekutu, Britania Raya dan India Britania dengan senjata artileri peninggalan Jepang.
Pada tanggal tersebut, Letnan Jendral Urip Sumohardjo meresmikan berdirinya Markas Artileri yang bertugas membina Satuan-Satuan Artileri Indonesia dengan komandan yang pertama adalah Letnan Kolonel R.M Pratikno Suryosumarno.
Markas Artileri tersebut merupakan bagian dari jawatan persenjataan Markas Besar Tentara (MBT) yang berkedudukan di Yogyakarta, peresmiannya bersamaan dengan tanggal kelahiran Artileri Internasional pada tanggal 4 Desember 1945.
Tanggal 4 Desember itulah yang menjadi hari jadi Korps Artileri TNI AD yang kemudian seiring dengan perkembangan selanjutnya ditetapkan menjadi hari jadi Korps Armed TNI AD.
Dalam perkembangan jaman, pasukan artileri Indonesia juga mengalami pasang surut. Pada 19 Desember kemudian, Agresi Militer Belanda II dilancarkan, kesatuan artileri Indonesia babak belur dan terpaksa jadi pasukan geriliya. Kondisi semakin diperparah ketika beberapa waktu setelahnya, komandan artileri R.M Pratikno Suryosumarno juga terbunuh.
Usai pengakuan kedaulatan Indonesia pada Desember 1949, barulah divisi artileri Angkatan Darat dibangun lagi. Saat ini, terdapat dua bataliyon artileri Indonesia: satuan artileri darat di bawah Bataliyon Artileri Medan (Pussenarmed) dan satuan artileri udara di bawah Bataliyon Artileri Pertahanan Udara (Pussenarhanud).