HOLOPIS.COM, JAKARTA – Pasca munculnya polemik video testimoni Aiptu (purn) Ismail Bolong yang menyebut telah melakukan setoran uang tunai Rp6 miliar kepada Kabareskrim Polri Komjen Pol Agus Andrianto, banyak pihak akhirnya bereaksi, salah satunya adalah Sartono Hutomo.
Anggota Komisi VII DPR RI tersebut meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk berani mengambil tindakan tegas terhadap seluruh oknum dan pejabat Polri siapa pun itu, yang diduga menjadi backingan penambang ilegal.
“Saya memandang bahwa pelanggaran hukum merupakan ranah hukum yang harus ditegakkan. Negara ini menjunjung tinggi rule of law, apabila memang terjadi pelanggaran. Polri sebagai lembaga penegak hukum harus memproses pelanggaran tersebut bukan untuk mempermudah,” kata Sartono dalam keterangannya yang dikutip Holopis.com, Minggu (13/11).
Anggota Fraksi Partai Demokrat tersebut mengungkapkan, bahwa seluruh praktik tambang ilegal sangat merugikan keuangan negara. Termasuk dampak kerusakan lingkungan yang dihasilkan dari aktivitas ilegal tersebut.
Oleh sebab itu, Sartono menantang nyali Kapolri untuk menyikat habis seluruh oknum kepolisian yang membekingi aktivitas penambangan ilegal yang jelas tidak sesuai dengan marwah Polri. Apalagi saat ini citra Polri tengah kacau balau pasca aksi pembunuhan terhadap Brigadir Polisi Nofriansyah Yosua Hutabarat.
“Seharusnya Kepolisian itu menertibkan adanya penambangan ilegal, bukan malah membekingi, karenanya jika hal ini benar terjadi sungguh miris sekali. Dimana mafia tambang malah dilindungi oleh para penegak hukum,” tandasnya.
Lebih lanjut, Sartono juga meminta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk lebih agresif lagi dalam melakukan pengawasan pertambangan ilegal, dengan menerapkan good mining practice yang jadi tugas poko dan fungsi (tupoksi) dari inspektur tambang.
“Itu agar pertambangan yang ada di Indonesia lebih sehat dan bebas dari aktivitas ilegal,” pungkasnya.
Sebelumnya, viral video Ismail Bolong yang mengaku sebagai anggota polisi berpangkat Ajun Inspektur Polisi Satu (Aiptu). Dia pernah bertugas di Satuan Intelijen Keamanan (Satintelkam) Polresta Samarinda, Kalimantan Timur. Di samping tugasnya sebagai anggota Korps Bhayangkara, Ismail mengaku bekerja sampingan menjadi pengepul tambang batu bara ilegal sejak Juli 2020 hingga November 2021.
Kegiatan penambangan itu ia lakukan di daerah Santan Ulu, Kecamatan Marangkayu, Kutai Kartanegara (Kukar), Kaltim. Dari bisnis gelapnya, Ismail mengaku bisa meraup untung Rp5-10 miliar setiap bulan. Dia menyebut bisnis yang ia jalankan bukan atas perintah pimpinannya di Polresta Samarinda, melainkan atas inisiatif pribadi. Namun, Ismail sempat mengaku telah berkoordinasi dengan Kabareskrim soal bisnisnya itu.