HOLOPIS.COM, JAKARTA – Menko Polhukam, Mahfud MD meminta pemilik MNC Group, Harry Tanoesoedibjo bisa mematuhi kebijakan migrasi siaran TV analog ke TV digital atau Analog Switch Off (ASO).
Mahfud pun mengingatkan agar Harry Tanoe tidak mencari-cari masalah mengenai kebijakan migrasi digital tersebut, atau akan ada resiko yang ditanggungnya.
“Jangan mencari-cari masalah hukum untuk menyalahkan, karena kalau mau mencari-cari saya bisa dapat duluan,” kata Mahfud dalam keterangannya yang dikutip Holopis.com, Sabtu (5/11).
Mantan hakim konstitusi itu pun mengklaim bahwa sebagian besar masyarakat saja sudah menerima kebijakan pemerintah tersebut.
“Kok sebagian pemilik TV yang ribut? Kita ini prorakyat kok. Ayolah bekerja sama untuk kepentingan rakyat saja. Tak usah menggaruk-garuk kulit yang tidak gatal,” tegasnya.
“Dan jangan katakan ini tidak siap. 98 persen masyarakat sudah siap,” sambungnya.
Mahfud kemudian menyarankan kepada Harry Tanoe untuk datang ke posko yang telah disediakan apabila dia tidak siap untuk menerima kebijakan pemerintah.
Mengenai aturan yang tertuang dalam UU Cipta Kerja, Mahfud menegaskan bahwa kebijakan ini malah sudah ada sebelum keputusan MK diketok.
“Jadi ini bukan kebijakan baru, MK kan mengatakan untuk pelaksanaan UU Cipta Kerja ini supaya jangan membuat kebijakan baru,” terangnya.
Mahfud kemudian menambahkan, keputusan MK itu bersifat prospektif serta tidak berlaku terhadap kebijakan sebelumnya.
“Prospektiflah keputusan MK itu. Kita nggak khawatir kalau soal itu. Mari kita yang baik aja untuk kebaikan bangsa dan negara ini ya,” pungkasnya.
Hary Tanoe pun diketahui sebelumnya sempat memprotes kebijakan ASO dengan alasan belum siap. HT kemudian merasa heran dengan ASO yang hanya dilakukan di wilayah Jabodetabek dengan alasan perintah undang-undang (UU).
Padahal, menurutnya, perintah UU Cipta Kerja adalah ASO nasional, bukan hanya ASO Jabodetabek pada 2 November 2022.
Di samping itu, HT mengatakan UU Cipta Kerja dengan putusannya No.91/PUU-XVIII/2020 (Butir 7) yang berbunyi Menyatakan untuk menangguhkan segala tindakan/kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas, serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.