Holopis.com HOLOPIS.COM, JAKARTA – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) telah menyelesaikan investigasi terkait tragedi Kanjuruhan yang terjadi pada Sabtu (1/10) lalu.

Berdasarkan hasil dari investigasi itu, Komnas HAM menemukan fakta baru, bahwa aparat kepolisian melepaskan penembakan gas air mata setidaknya 45 kali pada saat kejadian berdarah itu terjadi.

“Diperkirakan gas air mata ditembakkan pada peristiwa ini sebanyak 45 kali,” kata Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara dalam konferensi pers yang dikutip Holopis.com, Rabu (2/11).

Dia pun merinci, dari 45 tembakan tersebut, 27 tembakan terlihat dalam video yang telah dikumpulkan Komnas H. Sedangkan lainnya diketahui dari suara tembakan yang terdengar.

Beka pun menjelaskan, bahwa 45 tembakan yang dari aparat kepolisian yang terdiri dari unsur gabungan ini, yaitu pihak Brimob dan Personel Sabhara dimulai pada pukul 22.08.59 WIB.

Pada detik tersebut, pasukan Brimob yang berada di lokasi melepas 11 kali tembakan gas air mata ke arah setel ban di selatan lapangan Stadion Kanjuruhan, dimana dalam sekali tembakan berisi 1 sampai 5 amunisi gas air mata.

Kemudian pada pukul 22.11 WIB, gas air mata kembali ditembakkan hingga pukul 22.15 WIB. Dalam kurun waktu yang tak sampai 5 menit itu, sebanyak 24 kali tembakan dilontarkan kepada para suporter.

“Diperkirakan gas air mata ditembakkan 24 kali,” terang Beka.

Jika dibandingkan dengan hasil temuan Polri, jumlah tembakan gas air mata ini tentu berbeda jauh. Pasalnya pihak Polri mengungkap hanya 11 gas air mata yang ditembakkan aparat di Stadion Kanjuruhan kala itu.

“Ke tribun selatan kurang lebih 7 tembakan, ke tribun utara 1 tembakan, dan ke lapangan 3 tembakan,” kata Kapolri Listyo Sigit Prabowo dalam konferensi pers kala itu.

Sejauh ini, korban meninggal dunia dalam tragedi Kanjuruhan telah mencapai 135 orang. Sementara untuk korban luka, beberapa masih menjalani perawatan intensif di rumah sakit Malang.

Hingga kini, Polri baru menetapkan enam orang tersangka, dimana tiga diantaranya merupakan anggota kepolisian.