HOLOPIS.COM, JAKARTA – Inisiator Gerakan Nurani Kebangsaan (GNK) Habib Syakur Ali Mahdi Al Hamid memperingatkan Ade Armando untuk menjaga lisannya, agar tidak membuat kegaduhan di tengah situasi berduka akibat tragedi Kanjuruhan.

“Ade Armando, jaga mulut Anda. Ini suasana masih berduka kok asal berbicara,” kata Habib Syakur dalam keterangannya yang diterima wartawan, Selasa (4/10).

Apa yang disampaikan Ade Armando menurutnya bisa menyakiti hati Aremania dan para suporter bola di seluruh Indonesia.

“Aremania sedang berduka, banyak korban meninggal, kok bisa-bisanya mulutnya salah-salahkan Aremania dan bilang Aremania sok jagoan,” ujarnya.

Ia meminta agar Ade Armando menyudahi omongan-omongan yang justru bisa merusak situasi menjadi lebih choas.

“Semua aparat sedang bekerja, pemerintah Presiden Jokowi melalui TGIPF pimpinan Prof Mahfud sedang bekerja, tak usah membuat bumbu yang merusak situasi,” tuturnya.

Sebagai seorang akademisi, Habib Syakur meminta agar Ade Armando meminta maaf kepada Aremania secara umum dan terbuka.

“Apa yang dikatakan Ade Armando jelas melukai perasaan arek-arek Aremania. Dia wajib meminta maaf secara terbuka dan berjanji menjaga lisannya agar tidak selalu provokatif,” tegasnya.

Dosen Universitas Indonesia, Ade Armando berkomentar terkait tragedi Kanjuruhan yang menewaskan ratusan suporter Arema FC.

Menurutnya, tragedi tersebut disebabkan oleh tindakan suporter Arema FC yang sok jagoan. Ia menyebut suporter Arema yang biasa dijuluki Aremania melanggar aturan dengan petantang-petenteng masuk ke dalam lapangan.

“Yang jadi pangkal masalah adalah suporter Arema yang sok jagoan, melanggar semua peraturan dalam stadion dengan gaya preman masuk ke lapangan, petentengan,” kata Ade.

Ade menuding ada pihak-pihak yang sengaja memainkan narasi yang pada intinya menyalahkan polisi dalam tragedi berdarah itu.

Dia pun menyinggung soal keterangan yang disampaikan oleh Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) terkait penggunaan kekuatan berlebihan alias excessive use force dengan gas air mata.

“Sebagian pihak menyatakan bahwa FIFA jelas melarang penggunaan gas air mata dalam stadion, pertanyaannya apakah polisi Indonesia berada di bawah FIFA?” katanya.

“Ketika polisi menggunakan gas air mata itu adalah tindakan sesuai protap ketika mereka harus mengendalikan kerusuhan yang mengancam jiwa,” imbuh dia.

Menurut Ade, apa yang dilakukan oleh aparat kepolisian sudah benar, mulai dari meminta jam pertandingan digelar lebih awal hingga pembatasan penonton sesuai dengan kapasitas stadion.

Namun menurutnya, pihak panitia pertandingan tidak menjalankan permintaan dan justru menjual tiket melebihi kapasitas stadion.

“Yang jadi masalah adalah kelakuan suporter Arema memang tidak semua, menurut polisi yang menyerbu lapangan hanyalah tiga ribu orang. Tapi itu sudah cukup memporak-porandakan keadaan,” kata Ade.