HOLOPIS.COM, JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah resmi menerbitkan aturan terkait larangan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis batubara.
Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden No. 112 tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Listrik.
Terbitnya aturan tersebut menjadi bukti kuat bahwa pemerintah serius dalam melakukan pengembangan pembangkit tenaga listrik dengan energi baru terbarukan (EBT) yang lebih ramah lingkungan.
“Dengan teknologi yang kita pahami saat ini, PLTU yang menggunakan batubara merupakan pembangkit listrik yang menghasilkan emisi, maka kita stop untuk pembangunan pembangkit baru, namun perekonomian tidak boleh terganggu dengan upaya-upaya ini,” ujar Direktur Jenderal EBTKE, Dadan Kusdiana dalam keterangannya, Sabtu (24/9).
Dadan menuturkan, arah pembangunan pembangkit ke depannya akan mengarah ke green industry. Secara ekonomi, kata dia, pengembangan energi terbarukan ini akan menjadi lebih baik.
Sementara dalam jangka pendek atau mikronya, tidak akan mengurangi apa yang diperlukan sekarang.
“Tidak perlu khawatir kita kekurangan listrik sesuai dengan kebutuhan sekarang,” ungkap Dadan yang saat ini juga menjadi Plt Dirjen Ketenagalistrikan.
Dalam Perpres 112 tahun 2022, dijelaskan bahwa pembangunan pembangkit listrik akan dilakukan secara selektif dan pembangunan pembangkit bersumber dari EBT ditargetkan berjalan beriringan.
Dalam Perpres tersebut, pengembangan PLTU baru tidak serta merta dilarang secara keseluruhan. Pengembangan pembangkit listrik berbasis batu bara tetap diperbolehkan bagi PLTU yang sudah masuk dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik sebelum berlakunya Peraturan Presiden ini atau bagi PLTU yang memenuhi persyaratan
Adapun persyaratan yang harus dipenuhi yang pertama yakni terintegrasi dengan industri yang dibangun berorientasi untuk peningkatan nilai tambah sumber daya alam atau termasuk dalam Proyek Strategis Nasional yang memiliki kontribusi besar terhadap penciptaan lapangan kerja dan/atau pertumbuhan ekonomi nasional.
Kedua, berkomitmen untuk melakukan pengurangan emisi gas rumah kaca minimal 35% (tiga puluh lima persen) dalam jangka waktu 1O (sepuluh) tahun sejak PLTU beroperasi dibandingkan dengan rata-rata emisi PLTU di Indonesia pada tahun 2O2l melalui pengembangan teknologi, carbon offset, dan/atau bauran Energi Terbarukan.
“Ketiga beroperasi paling lama sampai dengan tahun 2050,” lanjutnya.