HOLOPIS.COM, JAKARTA – Berbagai respon negatif dari kalangan legislator setelah pemerintah mengumumkan kebijakan menaikan harga BBM subsidi secara mendadak.
Seperti disampaikan anggota Komisi VI DPR RI Rafli yang menyatakan kebijakan kenaikan harga BBM yang diumumkan oleh Presiden RI Joko Widodo tidak pro rakyat.
“Kita dari awal tegas menolak kenaikan harga BBM, karena tidak pro rakyat. Bahkan melalui rapat paripurna. Kita harap kebijakan ini di cabut. Karena kalau tidak berarti ada yang salah dalam mengelola Negara ini khususnya terkait BBM,” kata Rafli, Minggu (4/9).
Kader PKS itu juga menyatakan, kebijakan itu dilakukan di saat yang tidak tepat dengan kondisi pandemi saat ini.
“Mengingat kondisi masyarakat baru juga bangkit dari terpuruknya ekonomi setelah pandemi. Apalagi dengan iming-iming kompensasi berupa BLT sebesar Rp150.000 perbulan bagi masyarakat selama 4 bulan. Tentu hal ini kita tentang,” tukasnya.
Rafli menilai, kenaikan harga BBM ini keliru, lantaran ini terjadi di tengah turunnya minyak mentah dunia yakni senilai sekitar 30 dollar per barel.
Harga BBM di negara tetangga seperti Malaysia pun lebih murah dibandingkan dengan harga di Indonesia. Belum lagi, dampak kenaikan BBM ini juga akan membuat harga barang naik terutama bahan pokok.
Sehingga kebijakan ini akan membuat dampak kesengsaraan terhadap rakyat kecil dan menengah sepertu buruh, supir angkutan umum, ojek online, dan lainnya.
“Jika Pemerintah belum bisa buat rakyat bahagia, maka tidak usah juga menambah beban yang menyengsarakan rakyat dengan kebijakan menaikan harga BBM seperti ini,” tegasnya.
Penyesuaian harga BBM terbaru yang telah diumumkan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif yakni, harga Pertalite dari Rp7.650 per liter menjadi Rp10.000 per liter. Kemudian, harga Solar subsidi dari Rp5.150 per liter kini menjadi Rp6.800 per liter. Sedangkan harga Pertamax dari Rp12.500 naik menjadi Rp14.500 per liter.