HOLOPIS.COM, JAKARTA – Ahli hukum tata negara Bivitri Susanti mengatakan, bahwa masyarakat sipil sering mendapatkan tekanan fisik untuk menyempitkan ruang demokrasi.

“Tekanan fisik yang juga nyata sekali dihadapi terutama oleh kawan-kawan yang harus turun ke jalan, karena memang begitu banyak yang saluran-saluran yang tersedia dalam ruang-ruang demokrasi yang ditutup oleh negara,” kata Bivitri dalam sebuah diskusi, Senin (5/9).

Ia menyampaikan bahwa kelompok mahasiswa adalah yang paling sering ditekan dengan kekerasan fisik.

“Serangan dalam bentuk fisik yang banyak terjadi kepada mahasiswa yang turun ke jalan yang langsung di gebuk secara fisik ya,” ujarnya.

Tak hanya itu, Bivitri juga menyebutkan tekanan fisik juga terjadi di luar agenda unjuk rasa oleh kelompok masyarakat sipil di berbagai daerah.

“Ataupun di luar keramaian yang sifatnya diluar unjuk rasa pun sebenarnya sebagian diberitakan sebagian tidak, juga ada kekerasan fisik yang dialami oleh para aktivis maupun jurnalis di tempat-tempat yang mungkin tidak tersorot,” paparnya.

Sebelumnya, ia mengatakan terdapat tiga pendekatan yang dilakukan untuk membungkam masyarakat.

“Tiga metode itu adalah tekanan-tekanan dalam bentuk fisik, yang kedua dalam bentuk digital, yang ketiga dalam bentuk hukum,” tuturnya.