HOLOPIS.COM, JAKARTA – Isu terkait kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) berembus belakangan ini. Salah satu alasannya adalah subsidi yang digelontorkan bengkak, yaitu mencapai Rp502 triliun.

Namun, pakar mempertanyakan kebenaran data tersebut.

“Faktanya, menurut UU APBN No 6 Tahun 2021 tentang APBN TA 2022, anggaran subsidi untuk tahun anggaran 2022 hanya Rp206,96 triliun,” kata Anthony Budiawan, Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Jumat (19/8).

Anthony pun menyebutkan rinciannya. Subsidi energi (terdiri dari BBM, LPG 3kg dan listrik) hanya Rp134,03 triliun. “Artinya, pernyataan bahwa subsidi BBM sebesar Rp502 triliun untuk tahun anggaran 2022 adalah tidak benar, atau menyesatkan informasi publik,” ungkap dia.

Demikian ia mengomentari beberapa pejabat negara yang gencar memberi pernyataan senada dan seirama, bak orkestrasi.

“Yang intinya mengatakan, subsidi BBM saat ini sudah memberatkan keuangan negara, memberatkan APBN. Mereka kompak mengatakan, subsidi BBM mencapai Rp502 triliun,” ucapnya tandas.

Pernyataan yang seperti propaganda tersebut, sambung Anthony, intinya menyiratkan kenaikan harga BBM sulit dihindari. “Yang dimaksud BBM tentu saja pertalite, atau mungkin juga LPG 3 kg?” tukasnya.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, tidak semua kenaikan harga bisa ditahan pemerintah. Begitu juga dengan Menteri BUMN Erick Thohir yang mengungkapkan kepada publik, pemerintah sedang menghitung ulang subsidi BBM, agar APBN tidak jebol.

Menteri Investasi Bahlil Lahadalia bahkan lebih tegas lagi, meminta masyarakat untuk siap-siap dengan harga BBM naik.

“Salah satu alasan yang selalu dikemukakan kepada publik adalah nilai subsidi BBM di dalam APBN 2022 sudah sangat besar, mencapai Rp502 triliun, dikhawatirkan APBN jebol,” timpal Anthony.

Pertanyaannya adalah, kata dia, bagaimana kalau alasan untuk menaikkan harga BBM tersebut tidak benar. “Bagaimana kalau subsidi BBM di dalam APBN tidak sebesar yang dipropagandakan? Bagaimana kalau subsidi BBM untuk tahun 2022 tidak sebesar Rp502 triliun?” tuturnya.

Bahkan, Anthony memaparkan, menurut realisasi APBN sampai dengan Juni 2022, yang dipublikasikan di dalam “APBN Kita” oleh Kementerian Keuangan, realisasi subsidi energi hanya Rp75,59 triliun.

Realisasi subsidi energi tersebut terdiri dari realisasi subsidi BBM dan LPG 3 kg sebesar Rp54,31 triliun dan realisasi subsidi listrik sebesar Rp21,27 triliun.

Sebagai konsekuensi logis, menurut Anthony, kalau sebuah kebijakan diambil berdasarkan alasan yang terbukti tidak benar, seharusnya wajib batal.

“Artinya, kalau nilai subsidi BBM sebesar Rp502 triliun seperti yang digembar-gemborkan (alias dipropagandakan) terbukti tidak benar, semua upaya menaikkan harga BBM otomatis harus dihentikan?” ia kembali mempertanyakan.

Lebih jauh ia menegaskan, kalau DPR masih berdaulat, masih berfungsi sesuai amanat konstitusi, seharusnya DPR memanggil semua menteri yang menyuarakan informasi subsidi BBM sebesar Rp502 triliun.

“Ini yang ternyata tidak benar, bertentangan dengan fakta UU APBN maupun realisasi APBN hingga 2022. Mereka wajib dipanggil untuk dimintakan pertanggungjawabannya atas informasi yang tidak sesuai fakta,” tuturnya.

Kalau terbukti bahwa semua informasi tersebut ternyata menyesatkan, ia kembali menegaskan, itu hanya semata untuk menaikkan harga BBM. Ini juga dapat membuat masyarakat banyak bertambah susah dan menderita.