HOLOPIS.COM, JAKARTA – Presiden Jokowi mengklaim bahwa dirinya sempat dimintai bantuan pengiriman beras dari dua negara besar dan cukup kaya di dunia.

Namun, mantan Gubernur DKI Jakarta itu kembali mengklaim bahwa dirinya menolak permintaan tersebut dengan alasan pasokan yang belum mencukupi.

“Kemarin, misalnya dari China minta beras 2,5 juta ton. Dari negara lain Saudi, misalnya sebulan minta 100 ribu ton beras. Saat ini kita belum berani, sudah kita setop dulu,” kata Jokowi saat memberikan pengarahan kepada KADIN Indonesia, Selasa (23/8).

Penolakan itu menurut Jokowi masih wajar jika melihat Food Price Index saat ada krisis pangan seperti itu. Jokowi menjelaskan, di 2008 angkanya ada pada 131,2 (persen) indeksnya. [Tahun] 2012 juga ada krisis pangan 132,4 (persen).

“Tapi sekarang ini indeksnya sudah berada di angka 140,9 (persen), mengerikan. Awal dulu hanya ada enam negara yang membatasi ekspor pangannya, sekarang 23 negara semuanya menyelamatkan negaranya masing-masing. Ya mestinya memang harus seperti itu,” jelasnya.

Meskipun begitu, mantan Walikota Solo itu menegaskan bahwa kondisi tersebut jangan sampai membuat para pengusaha menjadi pesimis dan takut untuk berusaha kembali.

“Hal-hal seperti ini yang enggak perlu kita itu… Kita harus waspadai, iya. Kita harus hati-hati, iya. Tapi jangan memunculkan sebuah pesimisme, ini yang saya sekali lagi, selalu saya enggak mau,” tegasnya.

“Tetap harus optimis, karena setiap kesulitan pasti ada peluang di situ, pasti. Dalam kondisi sesulit apapun, dalam situasi sesuai apapun pasti ada peluang, dan yang bisa menggunakan peluang itu adalah entrepreneur, wirausahawan, Bapak-Ibu sekalian. Enggak ada yang lain,” sambungnya.

Oleh karena itu, Jokowi kemudian mendorong para pengusaha saat ini mulai merambah dunia pangan untuk jenis usahanya. Jika nanti pasokan pangan sudah melimpah itulah menurut Jokowi, Indonesia baru mau untuk melakukan ekspor meskipun krisis pangan melanda dunia.

“Peluangnya apa? Ada krisis pangan, berarti peluangnya ya ada di pangan. Kalau jualan pangan, itu paling cepat sekarang ini. Tapi begitu produksinya melompat karena Bapak-Ibu terjun ke situ, bisa saja melimpah dan bisa kita ekspor dengan harga yang sangat feasible, dengan harga yang sangat baik,” pungkasnya.